3 Bulan Belum Tetapkan Tersangka, Ini Kesulitan yang Dihadapi Kejagung
Kejaksaan Agung RI mengakui kesulitan untuk memformulasikan dugaan perkara korupsi di balik pengelolaan keuangan BPJS Ketenagakerjaan
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI mengakui kesulitan untuk memformulasikan dugaan perkara korupsi di balik pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan. Hal itu yang membuat penyidik belum menetapkan satupun tersangka.
Demikian disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah. Awalnya, ia menceritakan penyidik berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan kasus tersebut.
Baca juga: Kejagung Bakal Periksa Adik Benny Tjokrosaputro Terkait Aset Korupsi Asabri
Pasalnya, penyidik masih belum bisa membuat kontruksi hukum yang mengarah adanya tindak pidana korupsi di balik kasus tersebut sejak Januari 2021 atau tiga bulan setelah kasus itu dinaikkan menjadi penyidikan.
"Alat bukti sudah banyak, penggeledahan juga sudah dilakukan, bukti elektronik sudah diambil dan kita ingin memastikan bahwa penyidik dapat memberi usulan yang pasti apakah ini kerugian keuangan negara ada perbuatan melawan hukum atau ada pemufakatan jahat di antara itu. Itu yang kita minta ada kepastian," kata Febrie di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Selasa (23/3/2021) malam.
Febrie menjelaskan penyidik harus bisa membuktikan alat bukti yang dipegang perihal kerugian negara dalam pengelolaan keuangan dan investasi pada BPJS Ketenagakerjaan bukan sebagai risiko bisnis.
"Jaksa harus bisa memastikan alat bukti harus ditemukan. Kaya Jiwasraya ataupun Asabri ini kan ada dua pihak yang bekerja sama di dalam dan di luar. Maksud saya itu ada perbuatan melawan hukum atau kerugian negara itu diciptakan untuk kepentingan keuntungan seseorang. Ini yang masih kesulitan untuk memformulasikan itu," ujar dia.
Baca juga: Kejagung Sebut Pria Pembuat Video Hoaks Jaksa Terima Suap Kasus Rizieq Diamankan, Bukan Ditangkap
Dijelaskan Febrie, penyidik juga telah melaksanakan sejumlah ekspose kasus terkait BPJS Ketenagakerjaan tersebut. Namun, ada beberapa dokumen yang harus dilakukan pendalaman.
"Kemarin kan sudah ekspose nah ternyata ada beberapa petunjuk dari ekspose lah. Ada pendalaman sedikit lagi lah ada beberapa dokumen yang dilihat. Yang jelas jaksa berhati-hati lah. Jaksa tidak ingin maju dengan perkara yang tidak diyakini penuh bahwa itu Tipikor," tukas dia.
Sebagai informasi, Kejaksaan Agung RI sebelumnya menduga adanya tindak pidana korupsi yang terjadi dalam tubuh PT BPJS Ketenagakerjaan berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan dana investasi.
Baca juga: Viral Video Jaksa Terima Suap Kasus Rizieq Shihab, Mahfud MD Sebut Hoaks, Ini Respons Kejagung
Hasilnya, kasus tersebut ditingkatkan menjadi penyidikan pada Januari 2021. Kasus tersebut ditangani oleh penyidik pada Jampidsus berdasarkan surat perintah penyidikan Nomor: Print-02/F.2/Fd.2/01/2021.
Penyidik juga memeriksa sejumlah saksi-saksi untuk mendalami kasus tersebut. Selain itu, sejumlah dokumen sudah sempat disita dalam penggeledahan kantor pusat BPJS Ketenagakerjaan di wilayah Jakarta, Senin (18/1/2021) lalu.
Sempat Singgung Adanya Kerugian Negara Rp 20 Triliun
Kejaksaan Agung RI memperkirakan kerugian negara dugaan kasus tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp 20 triliun. Angka itu dibukukan hanya dalam 3 tahun saja.
Demikian disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Febrie Adriansyah. Hal itu sekaligus menjawab kemungkinan kasus BPJS Ketenagakerjaan hanya sebatas risiko bisnis.
"Kalau kerugian bisnis, apakah analisanya ketika di dalam investasi itu selemah itu sampai 3 tahun bisa merugi sampai Rp 20 triliun sekian. Sekalipun ini masih menurut dari orang keuangan masih potensi," kata Febrie di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Kamis (11/2/2021).
Febrie juga menjawab kemungkinan kasus BPJS Ketenagakerjaan sebagai unrealized loss atau risiko bisnis. Unrealized loss sendiri biasa digunakan dalam perdagangan di pasar saham.
Artinya, kondisi penurunan nilai aset investasi saham atau reksadana sebagai dampak dari fluktuasi pasar modal yang tidak bersifat statis.
Febrie menyampaikan kasus yang dialami BPJS Ketenagakerjaan hampir tidak mungkin dalam kondisi unrealized loss. Sebab, kerugian yang diterima perseroan mencapai Rp 20 triliun dalam 3 tahun saja.
"Nah sekarang saya tanya kembali dimana ada perusahaan-perusahaan lain yang bisa unrealized loss (Rp 20 triliun) dalam 3 tahun. Ada nggak seperti itu? saya ingin denger dulu," ungkap dia.
Kendati demikian, pihaknya masih menunggu laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kerugian negara dalam kasus BPJS Ketenagakerjaan.
"BPK yang menentukan kerugian. Ini nanti kita pastikan kerugiannya ini. Karena perbuatan seseorang ini masuk ke kualifikasi pidana atau seperti yang dibilang tadi kerugian bisnis," tandas dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.