Kisah Diaspora Thierry Timans Bertemu Penyanyi Asal Jogja di Kaledonia Baru, Kini Jadi Istrinya
Theirry mengungkapkan, meski berstatus sebagai warga negara Perancis, kedua putranya justru menyukai budaya-budaya Indonesia.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Theirry Timans, generasi ke-4 keturunan Jawa yang tinggal di Kaledonia Baru, membagikan pengalaman hidupnya bertahun-tahun tinggal sebagai diaspora Indonesia di wilayah yang terletak di sebelah timur Benua Australia tersebut.
Thierry tidak pernah tahu menahu bagaimana kakek-neneknya bisa berada di Kaledonia Baru.
Yang dia tahu adalah dia sudah berada di wilayah tersebut sejak kecil.
Ayah Thierry merupakan keturunan Indonesia yang lahir Kaledonia Baru, sementara ibunya adalah keturunan Jawa yang berasal dari keluarga blasteran Kaledonia Baru - Indonesia.
"Saya tidak tahu bagaimana nenek saya datang ke sini, karena ketika itu saya belum lahir. Ayah saya memang kelahiran Kaledonia Baru, tapi ibu saya blasteran di sini," ucap Thierry saat berbincang dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, Rabu (24/3/2021) kemarin.
Orang Indonesia menjadi salah satu populasi Asia tertua dan terbesar di Kaledonia Baru.
Masyarakat keturunan Indonesia di wilayah ini berjumlah 7.000 orang dari total 220 ribu penduduk.
Redaksi Tribun Network, dipimpin Febby Mahendra, berusaha mengungkap sejarah keberadaan orang Indonesia yang telah ratusan tahun hidup di Kaledonia Baru dengan mewawancarai Konsulat Jenderal Indonesia serta dua diaspora Indonesia yang telah lama tinggal di sana.
Dari wawancara yang dilakukan, terungkap bahwa sebagian besar diaspora Indonesia telah hidup di Kaledonia Baru sejak kecil.
Sama halnya yang dialami Thierry Timans, yang sejak kecil sudah hidup di Kaledonia Baru.
Pria yang tidak lagi muda itu, sembari terbata-bata, berusaha menceritakan satu per satu memori perjalanan hidupnya di Kaledonia Baru.
"Ayah saya pekerja kontrak di perkebunan kopi. Mulai bekerja sejak berusia 13 tahun. Sekarang sudah pensiun sejak 22 tahun lalu," ucap Thierry.
Thierry adalah seorang akuntan kelahiran Kaledonia Baru. Istrinya adalah wanita kelahiran Yogyakarta, Jawa Tengah, Indonesia.
Pertemuan Thierry dengan sang istri bermula saat adanya perayaan 17 Agustus, Hari Kemerdekaan Indonesia di Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kaledonia Baru puluhan tahun silam.
Saat itu ada dua penyanyi Indonesia asal Jogja yang dihadirkan untuk memeriahkan acara perayaan 17 Agustus, salah satunya adalah yang kini menjadi istri Thierry.
"Dulunya itu karena sempat mendatangkan penyanyi Indonesia dalam rangka 17 Agustus. Ada dua penyanyi dari Jogja dan kebetulan saya yang mengantar ke sana-sini, berkenalan," kenang Thierry.
Dari perkenalan itu, Thierry menjalin hubungan lebih intens dengan sang istri. Keduanya kemudian melangsungkan pernikahan setahun setelahnya di Jogja.
"Setahun kemudian saya ke Jogja untuk menikah dengan adat Jawa. Mengikuti acara siraman," tutur Thierry.
Thierry telah dikaruniai dua orang anak laki-laki dari pernikahannya dengan wanita asal Jogja tersebut.
Si putra sulung kini telah berusia 20 tahun, sementara putra bungsunya berusia 14 tahun.
Baca juga: Konjen Hendra: Diaspora Keturunan Jawa di Kaledonia Baru Aktif Promosikan Budaya Indonesia
Baca juga: Mengawali Perdamaian Dunia, Diaspora Katolik Gelar Perayaan Natal 2020 Secara Virtual
Kedua putra Thierry yang lahir di Kaledonia Baru harus berkewarganegaraan Prancis.
Itu dikarenakan Kaledonia Baru masih berstatus jajahan sui generis Perancis, alias belum menjadi wilayah yang berdaulat.
"Sesuai peraturan di sini, yang lahir di sini otomatis warga negara Perancis. Putra-putra saya warga negara Perancis. Kalau istri saya tetap warga negara Indonesia," jelas Thierry.
Anak-anak Suka Budaya Indonesia
Theirry mengungkapkan, meski berstatus sebagai warga negara Perancis, kedua putranya justru menyukai budaya-budaya Indonesia.
Ada yang suka bermain alat musik tradisional Indonesia seperti gamelan dan angklung. Ada juga putra Thierry yang menekuni beladiri pencak silat dan bahasa Jawa.
Keduanya kini bahkan menjadi guru budaya Indonesia di komunitas Persatuan Masyarakat Indonesia dan Keturunannya (PMIK).
"Anak-anak saya suka budaya Indonesia. Sekarang mereka bisa main gamelan, angklung, pencak silat, karena mereka sekarang menjadi guru di Persatuan Masyarakat Indonesia dan Keturunannya (PMIK). Ada yang suka menari, ikut kursus bahasa Jawa," jelas Thierry.
Setelah menikah dengan orang Jogja, Thierry jadi rutin pulang ke Indonesia tiap tahunnya.
"Setiap tahun saya selalu ke Indonesia," kata Thierry.
Thierry kemudian mengenang momen saat dia pulang ke Indonesia ketika masih kecil.
Dalam kenangan Thierry, ada momen di mana dia berbagai pengalaman dan cerita dengan keluarga besar ayahnya yang berada di Lampung, Pulau Sumatera.
"Dulu saya ketemu sama keluarga papa saya, sering. Dulu waktu saya masih kecil bapak saya masih bisa berbicara bahasa Prancis. Waktu ke Lampung dulu masih bisa sharing sama mereka (keluarga papa)," kenang Thierry.
Thierry mengatakan, makanan khas Indonesia dengan Kaledonia Baru rasanya sangat jauh berbeda.
"Beda rasanya makanan di sini. Tapi saya lebih suka makanan Indonesia daripada makanan dari Prancis. Makanan asli Kaledonia beda lagi," kata Thierry.
Keberadaan orang Indonesia di Kaledonia Baru telah dimulai sejak 1986 atau 125 tahun silam.
Baca juga: Moeldoko Terima Curhat Diaspora Indonesia di AS
Baca juga: Peringati Hari Kesehatan Nasional, Diaspora Indonesia Donor Darah di Kuwait
Thierry mengatakan, tak aneh jika sebagian besar kebudayaan asli Indonesia telah diterapkan di Kaledonia Baru.
Seperti halnya kebiasaan orang Indonesia menjadikan nasi sebagai makanan pokok. Demikian juga terjadi di Kaledonia Baru.
"Semuanya orang-orang di sini makan nasi setiap hari. Di sini itu kalau tidak makan nasi belum makan," tutur Thierry.
Thierry juga menyukai budaya gotong-royong masyarakat Indonesia.
"Saya suka budaya gotong-royong masyarakat Indonesia. Saya suka meskipun kalau engga suka orang depan saya, kalau harus bantu, bantu," ujar dia.