Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

UU Merek Terlampau Luas, Identifikasi Merek Terkenal Butuh Pembuktian

Lahirnya Undang-Undang No. 20/2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis merupakan babak baru perkembangan hukum merek di Indonesia.

Editor: Willem Jonata
zoom-in UU Merek Terlampau Luas, Identifikasi Merek Terkenal Butuh Pembuktian
Freepik
Ilustrasi 

Demikian juga dengan CocaCola yang cukup dikenal luas dengan sejarahnya, kendati sesuai kriteria di pasal 18 ayat 3 sudah terkenal, lantas bagaimana jika didaftarkan merk lain.

“Apakan CocaCola Zero adalah merk lain terkenal ketika dilekatkan dengan CocaCola atau stand alone sebagai merek baru,” pungkas Freddy.

Oleh karena itu, Freddy menilai diperlukan pemahaman secara komprehensif kepada para pelaku usaha baik pengusaha, produsen, konsultan, serta akademisi tentang kriteria merek terkenal yang berlaku di Indonesia, dan praktik terbaik mengenai pengujian dan identifikasi merek terkenal secara keseluruhan.

Sebab, dari kasus-kasus seperti pemalsuan dan pembajakan terkait merek terkenal sudah kerap terjadi, akan mengganggu aktivitas bisnis.

“Perdaganan tidak akan berkembang baik jika suatu merek, termasuk merek tekenal, tidak memperoleh perlindungan hukum yang memadai di suatu Negara.

Penegakan hukum yang tegas harus dilakukan terhadap pelaku-pelaku pemalsuan yang merugikan bagi para pemegang merek terkenal yang sebenarnya.

Penegakan hukum terhadap tindakan pemalsuan merek terkenal tentu akan berimbas positif terhadap iklim perdagangan,” tegasnya.

Berita Rekomendasi

Ketua Dewan Penasehat AKHKI, Dr. Cita Citrawinda Noerhadi, S.H., MIP dalam webinar yang sama mengatakan, praktik penegakan hukum dan perlindungan merek terkenal harus memenuhi standar minimum tertentu.

“Namun bagi merek yang memiliki reputasi harus dilindungi,” katanya.

Memang dalam UU No 20 tahun 2016, pasal 21 ayat 1 menegaskan bahwa permohonan ditolak jika merek tersebut memilki persamaan pada pokok/ keseluruhan dengan merek pihak lain untuk barang jasa. Lalu ada pasal ‘c’ disebut merek pihak lain untuk barang dan/jasa tidak sejenis dengan yang memenuhi persyaratan tertentu.

“Permohonan pada pokoknya tentunya juga harus dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat, reputasi merek, investasi di berbagai negara.

Jadi kalau dilihat dalam praktik, yang penting adalah pendapat dan persepsi konsumen terhadap merek tersebut. Sebab belum ada satu definisi pun tentang merek terkenal, bahkan konvensi Paris tidak mengatur pasal atau definisi dari merek terkenal,” tegas Cita.

Dia mencontohkan, merek odol yang ditujukan untuk konsumen agar menjaga kesehatan gigi, tetapi kemudian berubah menjadi kata generik sehingga kehilangan daya pembedanya. Sementara itu, persepsi konsumen berubah bahwa ketika kata pasta gigi telah diganti menjadi ODOL.

Ketua Komisi Banding Merek, Dr. Teddy Anggoro, S.H., M.H. di kesempatan yang sama mengatakan, ketika UU Merek pertama kali diberlakukan, ada 1,4 juta permohonan merek diajukan kepada pemerIntah.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas