Hari Ini PFI HUT Ke-99, Perkumpulan Filatelis Didirikan Saat Indonesia Masih Menjadi Jajahan Belanda
Kepengurusan kebanyakan dipegang oleh orang Belanda. Setelah setahun kemerdekaan, perkumpulan berjalan lagi perlahan-lahan.
Editor: Dewi Agustina
Ternyata kekosongan pengurus Bandung tahun 1954 terjadi karena adanya beberapa anggota yang berusaha memisahkan diri dari Perkumpulan Philatelis Indonesia.
Terbukti dengan berdirinya Yayasan Pengumpul Prangko Indonesia (YPPI) tanggal 25 Juni 1954 bertempat di Jalan Jendral Achmad Yani No.255, Bandung.
Dengan demikian perpecahan Perkumpulan telah terjadi pertama kali tahun 1954.
Kegiatan aktivitas para filatelis di Indonesia khususnya kalangan remaja di Indonesia dimulai Februari 1957.
Didirikanlah Divisi Remaja dalam PFI cabang Jakarta. Saat itu berlaku semboyan “Dari para remaja untuk para remaja.”
Untuk hal ini telah dipilih Teressa Oei sebagai Sekretaris dan sekaligus sebagai Bendahara Remaja cabang Jakarta, Pimpinan Divisi Remaja dipegang oleh J Philips.
Pertemuan untuk remaja sebelumnya diadakan pada hari Minggu terakhir dalam bulan di “Sports Clun”.
Mulai Februari 1957 ditiadakan dan diganti tempat pertemuan ke rumah kediaman J Philips, di Jalan Tasikmalaya No.3, Jakarta Pusat.
Tanggal 7 April 1957 diadakan rapat anggota di Hotel Darma Nirmala yang dimulai pukul 9.30 guna mengusulkan Dr I Van Beuren diangkat sebagai anggota kehormatan. Ternyata usul tersebut diterima dengan suara bulat.
Suatu pengumuman yang cukup penting termuat pada Majalah Philatelie No.7 tahun 1957 tentang ekspor dan impor prangko di Indonesia.
Pengumuman ini dikeluarkan oleh Lembaga Alat-alat Pembayaran Luar Negeri (disingkat LAAPLN) dengan hal-hal sebagai berikut:
Itulah pemberitahuan tentang pengaturan masuk keluarnya prangko di Indonesia. Peraturan saat itu terlihat cukup keras dan tidak menguntungkan bagi para filatelis.
Pemberitaan ini (yang asli) sudah dimuat bulan November 1952.
Sebagai kelanjutan berita ini, PUPI mengadakan surat “protes” yang ditujukan kepada Dewan Moneter tertanggal 9 Maret 1956.
Surat ini pun dibuat dengan melihat pula pada surat keputusan Menteri Keuangan (dahulu disebut Menteri Perekonomian) yang cukup memberatkan kantong filatelis.
Mulai bulan Agustus 1957 kursi Ketua Pengurus Besar telah terisi kembali. Kali ini dipegang oleh W.P.J.M Snitselaar dengan Sekretaris ialah Mr. Gan Ging Liong.
Tanggal 1 Desember 1957 diadakan rapat anggota di Hotel Darma Nirmala mulai pukul 9.30 untuk mengusulkan Tuan L. Unger duduk dalam anggota kehormatan.
Tetapi mulai tahun 1958, bulan Juni, dalam majalah filateli perkumpulan sudah tak muncul atau tak ada lagi “Anggota Kehormatan” .
Mulai tahun 1958 uang iuran menjadi Rp 80 setahun dan uang pangkal tetap Rp 10.
Akhirnya Majalah Philatelie mengalami kemacetan setelah terakhir terbit No.8, Agustus 1958. Mulai No.1 sampai dengan No.8 isi majalah dalam bahasa Indonesia seluruhnya dan sedikit bahasa Inggris.
Sedangkan majalah sebelum No.1 tahun 1958, isinya terdiri dari dua bagian yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Belanda.
Namun lebih banyak bahasa Belanda dan terjemahannya pun kebanyakan kurang tepat dengan teks asli sebelah (bahasa Belanda).
Dari Buku Tahunan Perkumpulan Philatelis Indonesia (nama asli), diketahui bahwa pada tanun 1958 dilakukan pemberian tanggung jawab Pengurus Besar secara langsung kepada Rapat Tahunan Perkumpulan atau Kongres Perkumpulan.
Dalam masa kekosongan Pengurus, sekitar tahun 1960 dimintalah kesediaan Laksamana Udara S. Suryadarma (Purnawirawan) sebagai Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Philatelis Indonesia (nama asli).
Beliau bersedia dan menjabat sampai dengan tahun 1964. Warga negara Indonesia pertama yang menjadi Ketua PFI.
Dari kepemimpinannya ini cabang perkumpulan berkembang menjadi sebelas cabang perkumpulan. Sebelumnya hanya delapan cabang.
Antara lain Jakarta, Bandung, Bogor, Yogyakarta, Makassar, Malang, menago, Medan, Palembang, Semarang dan Surabaya.
Pada tahun 1960 Perkumpulan masih memakai nama PUPI (Perkumpulan Umum Philatelis di Indonesia), bukan Perkumpulan Philatelis Indonesia (PPI).
Pada tanggal 1-3 Juli 1965 di Semarang diselenggarakan Rapat Tahunan PPI guna mempertanggungjawabkan Perkumpulan kepada anggota.
Namun kemudian ditangguhkan dari tahun ke tahun. Sampai dengan tahun 1982 pun tak pernah ada lagi Rapat Tahunan atau Kongres.
Pada tahun 1960-an banyak tenaga inti kepengurusan kemudian mengundurkan diri.
Belum lagi gangguan komunikasi dan keadaan social ekonomi politik negara kita, termasuk pula masih dibarengi lagi munculnya peristiwa G-30-S yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Cabang yang masih berjalan yaitu Jakarta, Bogor dan Surabaya. Itu pun berjalan tersendat-sendat.
Selama beberapa tahun Pengurus Besar mengalami sedikit guncangan setelah ditinggal Bapak Suryadarma menunaikan tugas negara.
Pada tanggal 3 Mei 1973 berdirilah Pusat Philateli (nama awal apa adanya), bertempat di Jalan Cikini Raya 5, Jakarta Pusat (sebelah kiri Kantor Pos Cikini).
Ikut dalam aktivitas persiapan peresmian Pusat Philateli saat itu, termasuk mendirikan tenda untuk upacara peresmian dan persiapan lain, dari Pos adalah Bapak Ashori dan Bapak Rijanto.
Sedangkan dari Perkumpulan adalah Agus Kurniawan serta Richard Susilo.
Sebagai Kepala Pusat Philateli pertama yaitu Bapak Drs Soebagijo Soemodihardjo, SH, menyusul Drs Guhhadi.
Kemudian pernah dipegang Ibu Soewarti, dan tanggal 28 Pebruari 1981 dipegang oleh Ny. Ida W. Rusmada BcAP.
Kemudian tanggal 26 Agustus 1981 nama Pusat Philateli berubah menjadi Kantor Philateli Jakarta yang sekaligus pengalihan tanggung jawab dari Dirjen Pos ke Kantor Daerah Pos I, Jakarta.
Pada tahun 1974 tepatnya tanggal 10 Maret dibuatlah suatu Anggaran Dasar dari FIAP (Inter-Asia Philatelic Federation).
Sekretariat dipilih negara Singapura karena letaknya yang strategis. Salah seorang pendiri FIAP yaitu Indonesia yang diwakili Bapak Suryadarma.
FIAP ini baru diakui kehadirannya oleh pemerintah Singapura sendiri pada tanggal 14 September 1974.
Sembilan negara pendiri FIAP yaitu Jepang, Iran, Thailand, Singapura, Hongkong, Malaysia, Indonesia, India, dan Vietnam.
Sedangkan kini anggotanya mencapai 10 negara yaitu Indonesia, Singapura, Thailand, India, Hongkong, Australia, Turki, Korea, Malaysia, dan Jepang.
Baik sebagai anggota FIP maupun FIAP, Perkumpulan Philatelis Indonesia tiap tahunnya harus membayar Uang Iuran lebih dari Rp 100.000 saat itu.
Untuk perkembangan dunia filateli di Indonesia, sebenarnya kecerahan sudah mulai tampak di tahun 1976.
Munculnya berbagai tulisan dan kolom filateli di berbagai media massa, dituliskan oleh Richard Susilo, baik di ibukota maupun di daerah. Sampai kepada pemberitaan pameran beberapa kali masuk TVRI.
Lalu pada tanggal 25 Juli 1976 dalam acara Bintang Kecil, sempat pula seorang pemenang pameran prangko yang diadakan Perkumpulan Philatelis Indonesia, diwawancarai sebagai Bintang Cilik yaitu Tonaas Sahertian, putera Ny DE Sahertian Tamalea.
Pada tahun 1988 barulah dilakukan Kongres Perkumpulan Philatelis Indonesia di Bandar lampung yang sekaligus mengubah nama Perkumpulan Philatelis Indonesia dengan Perkumpulan Filatelis Indonesia, dan boleh disingkat menjadi PFI, serta pembentukan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang baru.
Pada tahun 1990, setelah Kongres PFI di Bandar Lampung akhir tahun 1989, kepengurusan PFI mulai diwarnai oleh karyawan Perum Pos dan Giro (kini PT Pos Indonesia).
Mulai saat itu, dengan Ketuanya Letjen TNI (Purn) Mashudi, dan Ir. Marsoedi sebagai Direktur Utama Perum Pos dan Giro (nama saat itu), praktis ke berbagai cabang juga menyerupai birokrasi pegawai negeri dengan masuknya banyak pegawai pos ke dalam kepengurusan PFI, bahkan sangat aktif membangun perkumpulan cabang PFI di berbagai daerah.
Hal ini terang-terangan ditentang Richard Susilo, karena sebuah perkumpulan hobi selayaknya dipegang oleh penggemar pengumpul prangko, bukan dari unsur lain, apalagi oleh karyawan pos yang masih aktif.
Pertama kali di dunia sebuah perkumpulan filatelis suatu negara dipimpin oleh oleh Direktur Utama PT Pos.
Meskipun keputusan Kongres PFI di Bandar Lampur akhir 1989, kepengurusan PFI (nama Pengurus Besar kemudian diubah menjadi Pengurus Pusat sejak itu), praktis dimulai aktif tahun 1990.
Lama kepengurusan sebenarnya lima tahun.
Rencana Kongres tahun 1995 akhirnya tertunda hingga ke tahun 1996.
Sementara itu kepengurusan PFI periode tahun 1990-1996 ternyata sempat mengalami perubahan sejak pembentukan pertama kali seusai Kongres di Bandar Lampung akibat pembentukan kepengurusan yang baru (reshuffle) karena terburu-burunya pembentukan kepengurusan setelah Kongres di Bandar Lampung.
Akhirnya muncul kepengurusan tahun 1990 sebagai berikut: Dewan Penasehat: Dr. RHH Nelwan, Tirtadinata Thung BSc., H. Soerjono BcAP, Pringgodiprodjo BcAP; Ketua Umum : Letjen TNI (Purn) Mashudi
Tahun 1997 di bawah kepemimpunan Letjen (Purn) Mashudi, PFI memberikan Penghargaan Filateli kepada 17 filatelis di Indonesia (di luar Letjen Purn Mashudi), tetapi satu orang menentangnya, tidak mau menerima tanda Penghargaan Filateli tersebut karena memang merasa dirinya belum pantas menerimanya.
"Pak Mashudi saja yang jauh lebih pantas, tidak menerima Penghargaan tersebut, apalagi saya yang pengalaman dan sumbangan ke dunia filateli masih belum ada apa-apa," papar Richard Susilo.
Kemudian kepengurusan PFI periode tahun 2001-2006 dengan Ketua Umum: Sukaton; Wakil Ketua Umum: Direktur Utama PT Pos Indonesia.
Dari situ muncul pula Ketua Umum Letjen TNI Soejono dan kini dengan Ketua Umum PFI Dr H Fadli Zon, S.S., M.Sc., gelar Datuak Bijo Dirajo Nan Kuniang.
Bagi yang ingin ikut diskusi filateli malam ini jam 19.30 WIB silakan kirimkan permohonan ke email: zoom@filateli.net dengan nama lengkap, alamat lengkap, Nomor WhatsApp dan tanggal lahir. Gratis tidak ada biaya apa pun.
Sementara itu telah terbit buku baru "Rahasia Ninja di Jepang" berisi kehidupan nyata ninja di Jepang yang penuh misteri, mistik, ilmu beladiri luar biasa dan tak disangka adanya penguasaan ilmu hitam juga. informasi lebih lanjut ke: info@ninjaindonesia.com