Wamen LHK: Pemimpin Lingkungan Harus Punya Kemampuan Interpersonal
Pemimpin lingkungan harus memiliki kemampuan interpersonal untuk mempengaruhi dan mendorong upaya kolektif meningkatkan indeks kualitas lingkungan.
Penulis: Johnson Simanjuntak
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Wamen LHK), Dr Alue Dohong mengatakan, institusi lingkungan hidup selalu ditandai oleh keterbatasan anggaran dan sumber daya manusia.
Sejatinya keterbatasan ini justru memberikan peluang untuk membuktikan jati diri sebagai pemimpin lingkungan yang kolaboratif.
Karena itu, pemimpin lingkungan harus memiliki kemampuan interpersonal untuk mempengaruhi dan mendorong upaya kolektif untuk meningkatkan indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH).
Program pembangunan yang tersebar di berbagai Kementerian dan Lembaga, berbagai dinas di lingkungan pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota, harus dipengaruhi agar mengarah kepada upaya melindungi lingkungan dan mengendalikan pencemaran.
Pernyataan Wamen LHK ini disampaikan saat menutup Rapat Kerja Tehnis (Rakernis) Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (Ditjen PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di Jakarta, Rabu (31/3/2021).
Rakernis berlangsung selama dua hari dan dibuka oleh Menteri LHK, Siti Nurbaya, Selasa (29/3/2021) dan diikuti eselon I Lingkup Kementerian LHK, eselon II Lingkup Ditjen PPKL, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 34 Provinsi, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten/Seluruh Indonesia.
Baca juga: KLHK Sita 125 Satwa Dilindungi dari Warga Laweyan Solo, Ad Kasuari Sampai Kakatua Jambul Oranye
Wamen Aloe Dohong mengatakan, sumber daya yang berada di dunia usaha dan modal sosial yang berada di masyarakat perlu digali dan didorong untuk memperbaiki kualitas lingkungan.
Sekali lagi berbagi kekuasaan dan pengaruh, dengan membangun sinergi dengan berbagai individu, organisasi dan komunitas adalah strategi pemimpin lingkungan kolaboratif.
"Model DPSIR (drivers, pressures, state, impact and response) yang telah disinggung dalam rakernis ini dapat digunakan sebagai media untuk memahami konteks perbaikan lingkungan yang lebih baik, sebagai alat untuk mengkomunikasikan hubungan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan yang kompleks dan membangun keterlibatan pemangku kepentingan," papar Aloe Dohong.
Terkait dengan Pemimpin Lingkungan, Wamen Aloe Dohong mengatakan, semua pihak memiliki kesempatan untuk mempengaruhi arah dan kebijakan yang akan diambil.
"Oleh sebab itu, Bapak Ibu Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan di provinsi dan kabupaten kota dan kita semua sebagai pemimpin lingkungan perlu memiliki kapasitas untuk mampu mempelajari dan mengamati situasi lingkungan kolaborasi, memahami kontek perubahan yang akan dituju sebelum bertindak," katanya.
Selain itu berbagi kekuasaan dan pengaruh, dengan membangun sinergi dengan berbagai individu, organisasi dan komunitas untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Selain itu, melakukan refleksi diri dan memperbaiki kualitas pribadi secara terus menerus, memgembangkan kepemimpinan pribadi dan mendorong kepemimpinan pemangku kepentingan lainnya.
Aloe Dohong juga meluruskan, bahwa berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah No 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup maka perlu ditegaskan bahwa dengan peraturan tersebut maka anggapan AMDAL dan izin lingkungan tidak lagi ada atau dilemahkan adalah tidak benar.
Baca juga: Bantah Adanya Peningkatan Kerusakan Hutan, KLHK: Deforestasi Indonesia Turun 75 Persen
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.