Grafolog Ungkap Makna Tulisan Tangan Pelaku Teror di Surat Wasiat: Ada Rasa Tidak Aman Sangat Besar
Grafolog Deborah Dewi mengungkap makna tulisan tangan dari kedua pelaku teror di dalam surat wasiatnya.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Grafolog dari Indonesian School of Graphology (ISOG), Deborah Dewi ikut menyoroti makna tulisan tangan kedua pelaku teror di Mabes Polri dan Bom Makassar dari surat wasiatnya.
Dari tulisan tangan yang telah dibedah, Deborah mengungkap tidak melihat tindakan teror yang dilakukan para pelaku didorong oleh alasan spiritual.
Menurutnya, justru tindakan pelaku didorong oleh rasa tidak aman atau insecurity yang sangat besar.
Baca juga: Lima Terduga Teroris Asal Bima Masih Ditahan di Markas Polda NTB
"Setelah saya bedah, ternyata ada satu persamaan yang meskipun indikator grafisnya berbeda tapi interpretasinya sama."
"Yaitu dua-duanya didorong oleh rasa kecemasan, rasa tidak aman dan perasaan insecurity yang sangat besar."
"Tapi apakah itu terkait dengan alasan spiritual, setelah saya cermati lebih dalam justru itu ternyata tidak," kata Deborah, dalam tayangan Youtube Kompas TV, Jumat (4/2/2021).
Deborah menyebut, kedua pelaku, yakni ZA (25) dan L (26) memiliki rasa ketidakamanan yang berbeda.
Mengenai ZA, Deborah menilai tulisan tangannya didominasi oleh rasa amarah karena status sosialnya.
Ia menegaskan, kemarahan itu tidak berkaitan dengan materi maupun spiritual.
Baca juga: Misteri Isi Map Warna Kuning yang Dibawa Terduga Teroris ZA Saat Serang Mabes Polri
"Kalau ditulisan tangan Zakiah, yang paling menonjol adalah kemarahan."
"Bagaimana dia melihat dirinya yang ingin mendapatkan penghargaan lebih, tapi tidak dia dapatkan di masyarakat."
"Dan itu memperkuat rasa tidak aman dirinya dalam hidup bermasyarakat," ungkap Deborah.
Sementara, mengenai tulisan tangan pelaku bom di Gereja Katedral Makassar, Deborah menyebut tindakannya itu dilandasi oleh rasa ketakutan yang sangat besar.
Deborah menjelaskan, ketakutan itu adalah ketakutan dengan masa depan yang akan dihadapi.
"Untuk Lukman itu juga tidak 100 persen alasan spiritual, melainkan ada ketakutan."
"Untuk Lukman yang menonjol adalah ketakutan yang sangat besar terhadap masa depan yang akan dihadapi."
"Terutama kehidupan yang akan dia hadapi di masa depan akan berdampak secara spesifik kepada ibunya," jelas Deborah.
Baca juga: Sebut Aksi Teror di Mabes Polri dan Bom Makassar Punya Kesamaan, Mantan Napiter: Soal Pengkafiran
Ia menambahkan, para perekrut teror ini sengaja memperdaya korban dengan memberikan rasa aman semu yang mengatasnamakan agama.
Deborah menyebut, ada banyak faktor yang membuat korban dengan mudah tertipu oleh rasa aman yang semu itu.
Di antaranya seperti pengetahuan agama yang dangkal, kematangan emosional dan kematangan intelektual.
"Jadi ketika rasa tidak aman itu menyerang dan disaat bersamaan ada perekrot teror masuk, disitulah proses radikalisasi akhirnya berhasil," pungkasnya.
Mantan Napiter Sebut Kedua Pelaku Memiliki Kesamaan
Mantan narapidana teroris, Nasir Abbas, ikut menanggapi rangkaian aksi teror yang terjadi di Mabes Polri dan di Gereja Katedral, Makassar.
Menurut Nasir, rangkaian aksi teror itu memiliki kesamaan, yakni pelaku melakukan pengkafiran kepada muslim yang lain.
Mantan Ketua Mantiqi II kelompok Al Jamaah Al Islamiyah (JI) ini mengatakan, kesamaan tersebut terlihat dari surat wasiat yang ditulis para pelaku.
"Akhirnya terungkaplah identitas dia (pelaku) dan kemudian ditemukan surat wasiat."
Baca juga: Kesamaan Surat Wasiat ZA, Terduga Teroris Mabes Polri dan Pelaku Bom Bunuh Diri di Makassar
Baca juga: Apa Itu Lone Wolf? Aksi ZA Terduga Teroris yang Serang Mabes Polri Sendirian, Ada 4 Tipe
"Saya sempat membaca, dari situ bisa dilihat bagaimana kuatnya indoktrinasi yang tertanam dalam diri pelaku," kata Nasir, dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Kamis (1/4/2021).
Nasir menemukan ada kesamaan atau satu pemahaman dari para pelaku untuk melakukan aksinya.
Para terduga teroris itu, lanjut Nasir, memiliki kesamaan mengkafirkan muslim lainnya.
Juga menganggap pemerintah adalah musuh mereka.
Nasir menegaskan, pemahaman tersebut sudah menyimpang dan bukan ajaran dalam agama Islam.
"Ada kesamaan atau paham dengan dua orang pelaku yang melakukan aksi di Mabes Polri dan Gereja Katedral Makassar, kesamaannya itu adalah pengkafiran."
"Mereka mengkafirkan muslim yang lain dan mereka menganggap pemerintah adalah pemerintah kafir yang menjadi musuh mereka," ungkap Nasir.
Nasir yang juga aktivis deradikalisasi ini memberikan alasan terduga teroris yang menyerang di Mabes Polri adalah aksi teror secara individu atau lone wolf.
Baca juga: Ayah ZA Yakin Ada Orang yang Mengajak Putrinya untuk Menyerang Mabes Polri
Baca juga: Perjalanan ZA Mulai Pamit Dari Rumah Hingga Serang Mabes Polri, Sembunyikan Senjata di Pinggang
Sebab, polisi tidak menemukan adanya seseorang yang memberi motivasi untuk melakukan aksi teror itu.
Nasir pun menjelaskan, seorang lone wolf umumnya mendapatkan indoktrinasi dari media sosial.
"Seorang lone wolf itu mendapatkan indoktrinisasinya lewat apa yang dia baca dan dia nonton, baik dari YouTube atau medsos yang lain."
"Kita tidak menyalahkan media sosial, tetapi inilah informasi yang bisa didapatkan lewat medsos," kata Nasir.
(Tribunnews.com/Maliana)
Berita lain terkait Mabes Polri Diserang Teroris