KPK SP3 Kasus BLBI, Busyro Muqqodas Singgung Presiden Jokowi dan Revisi UU
Melihat kasus BLBI yang kena SP3, Busyro merasa seperti menyaksikan akrobat politik dalam penegakan hukum.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menyinggung Presiden Joko Widodo (Jokowi) ihwal penghentian penyidikan kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).
Sebagai salah satu komisioner KPK yang pernah menangani kasus tersebut, Busyro merasa terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) ialah hasil dari kebijakan Presiden Jokowi meloloskan revisi Undang-Undang KPK.
Baca juga: Otto Hasibuan Sebut Penetapan DPO Sjamsul Nursalim Bertentangan dengan Hukum
"Ucapan sukses besar bagi pemerintah Jokowi yang mengusulkan revisi UU KPK yang disetujui DPR juga parpol-parpol yang bersangkutan. Itulah penerapan kewenangan menerbitkan SP3 oleh KPK Wajah Baru," kata Busyro lewat pesan singkat, Jumat (2/4/2021).
"Namun harus saya nyatakan dengan tegas lugas bahwa itu bukti nyata tumpul dan tandusnya rasa keadilan rakyat yang dirobek-robek atas nama Undang-Undang KPK hasil revisi usulan presiden," ia melanjutkan.
Baca juga: MAKI Ajukan Gugat Praperadilan Lawan KPK untuk Batalkan SP3 Buron BLBI Sjamsul Nursalim
Busyro mengingatkan, kasus mega korupsi BLBI sudah mulai diurai oleh KPK rezim UU KPK lama.
Kemudian dengan mudahnya diluluhlantakkan imbas dominasi oligarki politik melalui undang-undang.
"Bagaimana skandal mega kasus perampokan BLBI yang pelik berliku licin dan panas secara politik penuh intrik itu sudah mulai diurai oleh KPK rezim UU KPK lama, begitu diluluhlantakkan dan punah total dampak langsung dominasi oligarki politik melalui UU," kata Busyro.
Melihat kasus BLBI yang kena SP3, Busyro merasa seperti menyaksikan akrobat politik dalam penegakan hukum.
Kondisi sekarang ini menurutnya, bukan saja mengingkari jiwa keadilan sosial melainkan juga menjadi tanda kian redupnya adab penagakan hukum, politik legislasi hingga nilai Pancasila.
"Semakin tampak akrobat politik hukum yang sengaja ingkar dari jiwa keadilan sosial. Semakin tampak pula peredupan Pancasila dan adab dalam praktek politik legislasi dan penegakan hukum," katanya.
Baca juga: Maqdir Ismail Minta KPK Hapus Status DPO Sjamsul Nursalim, Ini Alasannya
Jika memang masih ada kejujuran dalam mengelola bangsa ini, Busyro pun berserah hanya bisa berharap pada kemungkinan penerbitan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) dari Presiden Jokowi dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sejumlah permohonan uji materi revisi UU KPK.
"Di titik inilah kita kiranya cukup melihat legitimasi politik dan moral presiden dan hakim-hakim MK," kata Busyro yang juga Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum.
Diwartakan sebelumnya, KPK mengumumkan penghentian pengusutan kasus tindak pidana BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim (SN) dan istrinya, Itjih Sjamsul Nursalim (ISN).
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menerangkan, keputusan yang dituangkan dalam SP3 itu sesuai Pasal 40 UU KPK.
"Penghentian penyidikan terkait kasus TPK yang dilakukan oleh Tersangka SN selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia, dan ISN, bersama-sama dengan SAT selaku ketua BPPN," kata Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (1/4/2021).
Penghentian kasus korupsi diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Pasal 40 UU a quo menyatakan, KPK dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama dua tahun.