Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Stop Kasus BLBI, ICW Tuntut KPK Segera Menggugat Perdata Sjamsul Nursalim

Kurnia mengatakan, sebelum masuk pada substansi perkara, penting untuk menjelaskan terlebih dahulu problematika kewenangan pemberian SP3 di KPK.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Sanusi
zoom-in Stop Kasus BLBI, ICW Tuntut KPK Segera Menggugat Perdata Sjamsul Nursalim
tangkapan layar kanal YouTube Kompastv
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana 

Bahkan, katanya, ICW kerap memasukkan perkara BLBI sebagai tunggakan yang harus dituntaskan oleh KPK sejak lama.

"Kedua, akibat tindakan Sjamsul Nursalim, negara mesti menelan kerugian yang fantasitis, yakni mencapai Rp 4,58 triliun. Namun, periode kepemimpinan Firli Bahuri ini justru meruntuhkan harapan publik," tukasnya.

Tidak bisa dipungkiri, selain karena dampak revisi UU KPK, menurut Kurnia, pangkal persoalan lain penghentian penyidikan ini juga berkaitan langsung dengan Mahkamah Agung (MA) dan kebijakan komisioner KPK.

"Untuk MA sendiri, kritik dapat disematkan tatkala lembaga kekuasaan kehakiman itu memutus lepas Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT), mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional dan kemudian diikuti penolakan permohonan Peninjauan Kembali (PK) dari KPK," kata dia.

"Patut untuk dicatat, putusan lepas yang dijatuhkan MA terhadap SAT jelas keliru dan diwarnai dengan kontroversi," ia menambahkan.

Betapa tidak, Kurnia mengingatkan, kesimpulan majelis hakim kala itu justru menyebutkan bahwa perkara yang menjerat Syafruddin Arsyad Temenggung bukan merupakan perbuatan pidana.

"Padahal, dalam fakta persidangan pada tingkat judex factie sudah secara terang benderang menjatuhkan hukuman penjara belasan tahun kepada terdakwa," katanya.

Berita Rekomendasi

Lebih jauh lagi, ia berpendapat bahwa perdebatan perihal pidana atau perdata seharusnya sudah selesai tatkala permohonan praperadilan Syafrudin Arsyad Temenggung ditolak oleh Pengadilan Negeri.

"Sebab, waktu mengajukan permohonan praperadilan, SAT melalui kuasa hukumnya juga membawa argumentasi yang sama," ujar Kurnia.

Selain itu, MA juga dinilai ICW gagal dalam melihat kemungkinan menerima PK dari penuntut umum di tengah kejanggalan putusan kasasi tersebut.

Terlebih, selain sudah banyak preseden yang menerima PK dari penuntut umum, juga terdapat satu isu krusial, yakni pelanggaran etik oleh salah satu majelis hakim persidangan Tumenggung, Syamsu Rakan Chaniago.

"Dapat dibayangkan, dua pekan sebelum putusan lepas itu dibacakan, hakim majelis itu justru berhubungan, bahkan bertemu langsung dengan kuasa hukum Tumenggung, yakni Ahmad Yani," ujarnya.

"Padahal seorang hakim tidak dibenarkan untuk berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pihak-pihak yang sedang beperkara," imbuh Kurnia.

Kemudian, tutur Kurnia, untuk SP3 kepada Sjamsul dan Itjih sendiri mesti dilihat bahwa tiap pelaku melakukan tindakan berbeda satu sama lain.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas