UPDATE TERBARU Banjir Bandang di Flores Timur, 41 Warga Meninggal, 27 Hilang
Data sementara hingga Minggu sore pukul 17.30 WIB, banjir bandang melanda empat desa di tiga kecamatan, 41 tewas dan 27 lainnya hilang.
Penulis: Choirul Arifin
Berdasarkan arti ini maka secara harfiah, Adonara diartikan sebagai mengadu saudara, menyuruh saudara berkelahi. Karena itu, Ernst Vatter menyebut Adonara sebagai pulau pembunuh.
Dikutip dari Wikipedia, Pandangan Ernst Vatter ini cukup beralasan karena di Adonara sering terjadi perang antarsaudara dan perang antarkampung untuk memperebutkan tanah.
JIka ingin pergi ke Adonara dari ibukota Kabupaten Flores Timur, dengan menggunakan jalur laut dengan waktu tempuh hanya beberapa menit saja, kurang lebih 15 menit.
Hampir setiap saat ada perahu motor yang bersandar di pelabuhan Larantuka yang siap untuk mengantarkan siapa saja yang ingin ke Adonara
Jarak tempuh tersebut telah dipersingkat dengan adanya jalur motor tempel antara Tanah Merah di Pulau Adonara dan Pante Palo, di Kota Sao, Larantuka. Warga mengaku tak perlu khawatir kemalaman di Larantuka ataupun sebaliknya sehingga terpaksa menginap bila ketinggalan angkutan laut.
Memiliki Luas wilayahnya 509 km², dan titik tertingginya 1.676 m.
Pulau ini dibatasi oleh Laut Flores di sebelah utara, Selat Solor di selatan (memisahkan dengan Pulau Solor), serta Selat Lowotobi di barat (memisahkan dengan Pulau Flores)
Mengapa disebut The Killer Island, begini kisahnya. Dikutip dari Blog Dion DB Putra, Kisah perang tanding antara dua suku bersaudara di wilayah Kecamatan Adonara Timur itu berawal dari klaim kepemilikan tanah ulayat yang selama ini ditempati warga dari suku Lewobunga.
Suku Lewonara tetap mengklaim bahwa lahan yang ditempati suku Lewobunga untuk membangun pemukiman dan berladang adalah milik mereka. Klaim tersebut tidak diterima oleh warga suku Lewobunga.
Bagaimana untuk membuktikan kebenaran hak kepemilikan tanah tersebut? Jalan yang ditempuh untuk mencari kebenaran adalah melalui pertumpahan darah.
Perang tanding antara kedua suku di Adonara tersebut, tidak menggunakan strategi perang gerilya atau perang modern, tetapi langsung ke arena yang telah disepakati sebagai lokasi perang tanding. Mereka sendirilah yang menentukan hari dan tanggal untuk bertarung di arena yang ditentukan tersebut.
Kedua belah pihak membawa senjatanya masing-masing, seperti parang, tombak serta anak panah.
Siapa yang lebih dulu melepaskan anak panah dari busurnya maka hal itu sebagai isyarat bahwa perang segera dimulai.
Update peristiwa Banjir Bandang di Flores Timur
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.