Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hakim Tak Terima Eksepsi Rizieq Shihab yang Sebut JPU Licik Menyeret Pakai UU Ormas

Rizieq Shihab menyatakan bahwa kasus pelanggaran protokol kesehatan yang menyeret dirinya adalah bentuk dari kejahatan politis.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Hakim Tak Terima Eksepsi Rizieq Shihab yang Sebut JPU Licik Menyeret Pakai UU Ormas
Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra
Muhammad Rizieq Shihab beserta beberapa terdakwa meninggalkan Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (26/4/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim tidak dapat menerima eksepsi alias nota keberatan terdakwa kasus penghasutan dan kerumunan Petamburan, Habib Rizieq Shihab lantaran isinya menyangkut materi perkara sebagaimana perbuatan dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Eksepsi yang tidak dapat diterima hakim menyangkut isi keberatan Rizieq yang menyatakan JPU secara licik memposisikan terdakwa dan panitia Maulid Nabi diadili sebagai pengurus ormas yaitu FPI.

Padahal FPI saat itu sudah dibubarkan berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 6 pejabat setingkat menteri.

Selain itu dalam eksepsinya Rizieq menyebut dakwaan JPU adalah bentuk dari kejahatan politis dengan tujuan menghabisi dirinya dan kawan - kawannya.

Baca juga: Eksepsi Rizieq Shihab di Kasus Megamendung Juga Ditolak, Hakim Perintahkan JPU Periksa Saksi

Namun eksepsi itu tidak dapat diterima hakim karena sudah menyangkut materi perkara serta perbuatan yang didakwakan JPU.

"Hemat Majelis Hakim, alasan keberatan terdakwa tersebut pada dakwaan kelima tidak lain adalah materi perkara karena menyangkut perbuatan - perbuatan yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum," kata Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (6/4/2021).

Hakim mengatakan perbuatan-perbuatan Rizieq yang tertuang dalam surat dakwaan JPU baru bisa diketahui benar atau tidak setelah pemeriksaan bukti berlangsung di persidangan.

BERITA TERKAIT

"Perbuatan tersebut baru dapat diketahui ada atau tidak ada setelah memeriksa bukti di persidangan," ucapnya.

Sebelumnya dalam agenda eksepsi, Rizieq Shihab menyatakan bahwa kasus pelanggaran protokol kesehatan yang menyeret dirinya adalah bentuk dari kejahatan politis dengan tujuan menghabisi dirinya.

Pernyataannya ini merujuk pada dakwaan kelima JPU yang menyebut bahwa dirinya adalah pengurus ormas sengaja melanggar ketentuan Pasal 82A Ayat (1) jo 59 ayat (3) huruf c dan d UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan PERPU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas menjadi UU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 10 huruf b KUHP jo Pasal 35 ayat (1) KUHP, yakni merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial.

"Adanya dakwaan kelima yang muncul belakangan semakin meyakinkan bahwa kriminalisasi maulid sangat politis dengan tujuan jahat untuk menghabisi saya dan kawan - kawan," kata Rizieq dalam eksepsinya.

Rizieq mengatakan JPU secara licik ingin menempatkan dirinya dan panitia Maulid sebagai pengurus ormas dalam kasus tersebut.

Eks pentolan FPI ini mengatakan pasal yang disangkakan JPU atas kasusnya digunakan hanya untuk penuhi nafsu jahat belaka.

Dengan tujuan agar dirinya dan panitia Maulid masuk kategori pengurus ormas yang melakukan tindak kekerasan, mengganggu ketertiban umum, ketentraman serta merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial.

JPU yang menggunakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP lagi - lagi disebut Rizieq untuk memposisikan dirinya dan panitia Maulid sebagai pihak yang menyuruh atau turut serta dalam kejahatan pidana.

Sadisnya lagi kata Rizieq, JPU memakai Pasal 10 huruf b KUHP supaya dirinya dan panitia Maulid bisa dikenakan sanksi hukum pencabutan hak dan perampasan barang.

Pencantuman Pasal 35 Ayat (1) KUHP dalam dakwaan JPU juga ditujukan untuk mencabut atau merampas sejumlah hak.

Seperti hak mata pencaharian, hak bekerja dan jabatan, hak Politik (memilih dan dipilih), hingga hak perwalian anak.

Dalam perkara ini, Rizieq didakwaan dengan beberapa dakwaan sekaligus.

Dakwaan pertama, jaksa menyatakan saat Rizieq tiba di tanah air dari Arab Saudi tanggal 10 November 2020, terdakwa tidak melakukan isolasi mandiri selama 14 hari sebagaimana ketentuan SE Menkes Nomor PM.03.01/Menkes/338/2020.

Alih - alih melakukan karantina, Rizieq malah berbaur dengan kerumunan ribuan orang yang datang memadati area Bandara Soekarno Hatta.

Terdakwa juga menyerukan undangan kepada massa pada kegiatan keagamaan di kawasan Tebet, untuk siap hadir di acara Maulid Nabi sekaligus acara pernikahan putrinya di Petamburan III, Jakarta Pusat.

Dalam rangkaian peristiwa itu, Terdakwa disebut tidak mengimbau massa mematuhi protokol kesehatan.

Jaksa menyatakan berkumpulkan ribuan orang pada acara tersebut telah menimbulkan lonjakan penyebaran Covid-19 di Petamburan dan sekitarnya.

Hal ini dibuktikan dari uji sampel Puskesmas Tanah Abang yang menguji 259 sampel.

Hasil pengujian laboratorium didapat 33 sampel terkonfirmasi positif Corona, dan 226 lainnya negatif.

Sementara dakwaan kedua, Rizieq Shihab dinyatakan dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan pejabat pemerintah.

Rizieq disebut telah berbuat menghalang - halangi, dan menggagalkan penegakkan aturan.

Sedangkan dakwaan ketiga, Rizieq dinyatakan tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana Pasal 9 Ayat (1), dan atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

Pada dakwaan keempat dan kelima, Rizieq dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan penyakit wabah menular. Rizieq yang saat itu menjadi pengurus ormas, juga dianggap sengaja melanggar ketentuan Pasal 59 ayat (3) huruf c dan d, yakni merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial.

Atas perbuatannya, Rizieq Shihab didakwa pasal berlapis terkait perkara penghasutan hingga terjadi kerumunan di Petamburan.

  • Pasal 160 KUHP juncto Pasal 93 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau;
  • Pasal 216 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau;
  • Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau
  • Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,
  • Pasal 82A ayat (1) juncto 59 ayat (3) huruf c dan d UU RI Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan Menjadi Undang-Undang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 10 huruf b KUHP juncto Pasal 35 ayat (1) KUHP. 
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas