Ada 180 Kejadian Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Sepanjang Pandemi 2020
Setara Institute mencatat, selama periode pandemi Covid-19 di 2020, angka pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) masih tinggi terjadi
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Setara Institute mencatat, selama periode pandemi Covid-19 di 2020, angka pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) masih tinggi terjadi di Indonesia.
Berdasar catatan Setara Institue, selama rentang waktu 2020, telah terjadi 180 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan, dengan 422 tindakan.
“Laporan riset Setara Institute tentang kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan yang ke-14 kami launching, itu menunjukkan pelanggaran kebebasan beragama dan intoleransi dan diskriminasi ini masih terus memprihatinkan,” ujar Ketua Setara Institute Hendardi membuka Webinar ‘Promosi Toleransi dan Penghormatan terhadap Keberagaman di Tingkat Kota,’ Kamis (8/4/2021).
“Bahkan di tengah pandemi Covid 19 sekali pun, kami mencatat terdapat 180 peristiwa, 422 tindakan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan sepanjang pandemi 2020,” sebut Hendardi.
Akhir-akhir ini juga bangsa ini menyaksikan beberapa aksi terorisme dan penangkapan terduga teroris yang mengancam perdamaian masyarakat yang bhineka.
Oleh karena itu dia menilai dibutuhkan kerja bersama dari semua pihak untuk mengatasi persoalan yang ada baik pada ranah pemerintahan negara maupun masyarakat.
Baca juga: Setara Institute: Pembubaran FPI Turunkan Tingkat Intoleransi di Indonesia
"Kebhinekaan dalam kerangka negara NKRI merupakan fakta alamiah yang sekaligus sosial-politik yang tidak dapat kita pungkiri, itu terangkum dengan tegas dalam Bhinneka Tunggal Ika, semboyan negara yang tercantum dalam lambang negara, Garuda Pancasila,” tegasnya.
“Dalam konteks itulah kita mesti memajukan toleransi, penerimaan atas perbedaan perbedaan, penghormatan atas yang lain, sehingga kita dapat hidup berdampingan secara damai di tengah keberagaman. Setara Institute berulang kali menegaskan toleransi adalah DNA kita bangsa Indonesia, secara historis nenek moyang kita toleransi, agar antar anak bangsa berbeda-beda suku etnis daerah antar agama serta kepercayaan dan keragaman identitas lainnya ini dapat saling berinteraksi bergotong-royong dan bersama-sama membangun kerukunan dan harmoni,” jelasnya
Setara Institute memandang strategis kontribusi pemerintah daerah khususnya kota di mana keanekaragaman sangat tinggi—terdapat organ masyarakat sipil, tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh masyarakat di dalamnya.