Yenny Wahid: PR Buat Indonesia Mengatasi Teroris Milenial, Termasuk Perempuan
Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid melihat ada 'pekerjaan rumah' bagi Indonesia dalam menangkal 'virus' radikalisme yakni teroris milenial.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Theresia Felisiani
Kemudian dia bertemu dengan orang-orang yang mendoktrinasi yang mengatasnamakan agama, masuklah ini, dan seolah-olah menawarkan jawaban atas kegelisahan nya. Ia seolah-olah merasa menjadi penting.
Jika orang yang tidak percaya diri itu mendapat peran untuk menjadi pahlawan, itu akan mereka ambil. Apalagi jika dasar nya seolah-olah adalah agama.
Doktrin itu juga bisa soal politik, karena isu politik yang berdasarkan teori konspirasi itu mampu membuat orang bersikap radikal. Seperti yang terjadi di AS, ketika Trump membuat konten di medsos yang memprovokasi pengikutnya, sehingga mereka berbondong-bondong datang ke Capitol untuk melakukan penyerangan.
Pengikut yang gelisah karena merasa pemerintah baru akan membuat kebijakan yang bertentangan dengan nilai-nilai yang mereka anut, kemudian melakukan perbuatan radikal. Jadi ini bukan permasalahan agama, tapi permasalahan kegelisahan, ketidak percayaan diri, kecemasan dan ketakutan yang kemudian dieksploitasi oleh kelompok radikal tersebut.
Ada fenomena di mana milenial dilibatkan dalam aksi terorisme?
Yang jadi PR buat kita adalah, teroris milenial termasuk yang ada di dalamnya adalah Perempuan, karena mereka ini sangat rentan merasa gelisah, cemas, dan rentan terhadap tekanan dari lingkungan. Bahaya jika mereka merasa tidak berarti, karena mereka ingin dianggap, eksis, kemudian dikasih muatan agama supaya mereka eksis, tapi eksisnya keliru. Ini PR besar kita bagaimana menumbuhkan resiliensi terhadap anak muda agar bisa lebih kuat, tidak tertarik dengan narasi itu.
Peran orang tua, institusi pendidikan dan masyarakat sangat penting. Peran pemuka agama sangat penting. Ini hrus kolaborasi dan semuanya terlibat. Tidak bisa hanya dikasih ke polisi. Persoalannya tidak bisa hanya dilakukan dengan pendekatan keamanan, tapi juga harus dengan pendekatan kemanusiaan.(tribun network/denis destryawan)