Jumhur Hidayat Jalani Ramadan di Rutan: Waktu Mahasiswa Saya Juga Pernah Lebaran di Penjara
Sebagai terdakwa kasus penyebaran berita bohong, Jumhur Hidayat tahun ini berpuasa ramadan di Rutan Bareskrim Polri.
Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aktivis Jumhur Hidayat menatap ramadan 2021 dengan berbeda.
Sebagai terdakwa kasus penyebaran berita bohong, Jumhur Hidayat tahun ini berpuasa ramadan di Rutan Bareskrim Polri.
Namun, suasana tersebut bukan kali pertama Jumhur rasakan.
"Sebenarnya pernah juga puasa, tapi waktu itu saya belum kawin. Tahun 89, 90, 91 itu saya lebarannya di penjara waktu mahasiswa di ITB dulu," kata Jumhur di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (12/4/2021).
Namun, ia mengakui saat ini menjadi kali pertama dirinya merayakan ramadan di tahanan saat sudah berkeluarga.
Baca juga: Haris Azhar: Jutaan Orang Cuit Soal Omnibus Law, Tapi Hanya Jumhur Hidayat yang Dituduh Buat Gaduh
"Puasa ya kita ikuti saja, tinggal tunggu sidang kayak apalah begitu," katanya.
Bahkan, mantan Kepala BNP2TKI (sekarang BPMI) itu mengatakan keluarganya bisa saja mengirimkan makanan-minuman berbuka atau takjil.
"Saya rasa sih bisa. Ini kan hal biasa (kasusnya). Hanya twit doang tapi harus diadili ya mau bagaimana lagi," katanya.
Jumhur juga bicara soal bagaimana dia mengedukasi keempat anaknya mengenai kondisinya saat ini.
Anaknya yang paling dewasa berumur 13 tahun dan Jumhur tahu anaknya tersebut sudah paham dengan kondisi yang dihadapi.
Baca juga: Sidang Jumhur Hidayat, Haris Azhar Kritisi Jaksa Jadikan Pegawai Sebagai Saksi Ahli Inbox
"Nomor dua sepuluh tahun, dia tidak terlalu mengerti, kita juga sembunyi-sembunyi. Nomor tiga dan empat ini enam tahun dan empat tahun. Tahunya saya lagi di luar terjebak Covid-19. Jadi beritanya itu ayah lagi di Australia tapi karena Covid-19 jadi enggak bisa terbang pulang, tertahan di sana," katanya.
Diketahui, Jumhur Hidayat didakwa menyebarkan berita bohong dan membuat keonaran lewat cuitan di akun Twitter pribadinya, terkait Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Jaksa menilai cuitan Jumhur ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), dalam hal ini golongan pengusaha dan buruh.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.