Dewan Pers Dapati 800 Aduan selama 2020, Dominan Pemberitaan dari Media Online
Dewan Pers menyajikan data di mana selama tahun 2020 pihaknya mendapati setidaknya 800 surat aduan dari masyarakat
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pers menyajikan data di mana selama tahun 2020 pihaknya mendapati setidaknya 800 surat aduan dari masyarakat atas artikel pemberitaan media massa.
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers Arif Zulkifli mengatakan dari keseluruhan surat pengaduan yang masuk tersebut dominannya adalah terkait pemberitaan media online.
"700 sampai 800 aduan pertahun di 2020 itu, perusahaan yang berbadan hukum itu 90-95 persen, isinya adalah pelanggaran etik yang sangat sederhana yang dominan media online," tutur Arif saat Seminar yang digelar Dewan Pers, Kamis (15/4/2021).
Baca juga: Airlangga Hartarto Dipersepsikan Menteri dengan Kinerja Positif di Mata Media dan Publik
Lanjut Arif mengatakan, beberapa jenis artikel atau pemberitaan yang kerap digugat oleh masyarakat yakni berita yang tidak melakukan verifikasi.
Terlebih kata dia, saat ini para pekerja media juga kerap menggunakan narasumber tunggal atau dapat dikatakan tidak berimbang.
"Sebagian besar perihal ketidaktaatan media pada kode etik jurnalistik yang kerap digugat adalah berita yang tidak diverifikasi, judul yang menghakimi dan penggunaan sumber tunggal," katanya menambahkan.
Tak hanya itu, belakangan ini penggunaan media sosial seperti YouTube, Instagram dan Facebook dijadikan jembatan untuk para perusahaan media konvensional menjaring pembaca.
Namun, hal tersebut kata Arif malah menjadi pemicu lebih para masyarakat membuat laporan aduan kepada Dewan Pers.
Baca juga: Cabut Larang Media Liput Kekerasan, Surat Telegram Kapolri Hanya Berumur Sehari
"Namun senjata makan tuan. Memang variasi laporan itu berkembang, ada yang melaporkan dari segi pengantar di sosial media milik media itu sendiri melalui link beritanya," katanya.
"Padahal isi beritanya oke tidak ada masalah, tapi disaat masuk ke dalam platform sosial media jadi tidak sesuai (narasi beritanya)," tukasnya.