Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Fakta-fakta Polemik Vaksin Nusantara: Diragukan Para Ahli, Disambut Baik Tokoh Politik

Simak fakta-fakta tentang vaksin Nusantara hingga pro dan kontranya, diragukan para ahli namun disambut baik tokoh politik.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Sri Juliati
zoom-in Fakta-fakta Polemik Vaksin Nusantara: Diragukan Para Ahli, Disambut Baik Tokoh Politik
Covid19.go.id
Mantan Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto. Keberadaan vaksin Nusantara yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto kembali menjadi sorotan. Simak fakta-fakta tentang vaksin Nusantara hingga pro dan kontranya, diragukan para ahli namun disambut baik tokoh politik. 

TRIBUNNEWS.COM - Keberadaan vaksin Nusantara yang digagas oleh mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto kembali menjadi sorotan.

Hal itu lantaran vaksin Nusantara disebut tetap melanjutkan uji klinis fase kedua.

Padahal, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum mengeluarkan izin untuk melakukan uji klinis.

Sejumlah tokoh politik hingga puluhan anggota DPR RI pun bersedia menjadi relawan vaksin Nusantara.

Bahkan mereka diketahui telah menerima suntikan vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Soebroto pada Rabu (14/4/2021) kemarin.

Alhasil, beberapa ahli menilai pelaksanaan uji klinis fase kedua pada vaksin ini dipenuhi sejumlah keganjilan.

Baca juga: Mantan Menkes Siti Fadilah Ikut Vaksinasi Vaksin Nusantara Meski Belum Ada Izin BPOM

Berikut Tribunnews.com rangkum fakta-fakta tentang vaksin Nusantara hingga pro dan kontranya:

Berita Rekomendasi

Asal Usul Vaksin Nusantara

Vaksin Nusantara merupakan vaksin untuk melawan virus corona yang tengah dikembangkan dan diuji di Indonesia.

Vaksin ini dipelopori oleh Terawan bersama tim peneliti di laboratorium RSUP Kariadi Semarang, Jawa Tengah, dan Universitas Diponegoro (Undip).

Selain itu, Terawan menyebut, vaksin ini juga dikembangkan bersama Aivita Biomedical Corporation dari Amerika Serikat.

Ia juga menyampaikan, Vaksin Nusantara menggunakan bahan serum darah dari masing-masing individu.

Sehingga Vaksin Nusantara adalah vaksin personal berbasis sel dendritik (dendritic cell).

"Kami bersama-sama dengan teman-teman dari Aivita Biomedical Corporation dari Amerika Serikat dan dengan Universitas Diponegoro dan Rumah Sakit Kariadi Semarang ini bahu-membahu mewujudkan vaksin berbasis dendritic cell," kata Terawan, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Selasa (16/2/2021) lalu.

Menurut Terawan, Vaksin Nusantara adalah solusi yang ditawarkan untuk komorbid (penyakit penyerta) dan bersifat personal atau individual.

"Jadi pada waktu saya dapat amanah untuk mencari vaksin yang bisa untuk komorbid, komorbid kan berbagai macam termasuk auto immune dan sebagainya."

"Tentunya konsep generalized harus diubah menjadi konsep personality individual vaccination," ujar Terawan.

Dalam klaimnya, Terawan menyebut Vaksin Nusantara akan memberikan imunitas yang bisa bertahan lama.

"Dampaknya apa? Tentunya akan memberikan kekebalan terhadap Covid-19 dan karena ini sifatnya menjadi imunitas yang seluler tentunya akan bertahan lama, karena tingkatnya di sel bukan imunitas humoral tapi seluler," jelasnya.

Baca juga: BPOM Sarankan Vaksin Nusantara Lakukan Uji pada Hewan Sebelum ke Manusia

BPOM Menilai Tak Sesuai Kaidah Medis

Sebelumnya pada Maret lalu, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengatakan, proses uji klinis I vaksin Nusantara tidak sesuai atau memenuhi kaidah klinis dalam penelitian vaksin.

Hal ini diungkapkannya dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI bersama sejumlah pihak, termasuk mantan Menkes Terawan Agus Putranto.

Penny mengatakan, terdapat perbedaan tempat lokasi penelitian dengan pihak yang menjadi komite etik.

Diketahui, komite etik berasal dari RSPAD Gatot Soebroto Jakarta, akan tetapi penelitian dilakukan di RSUP dr Kariadi Semarang.

"Pemenuhan kaidah good clinical practice juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini."

"Komite etik dari RSPAD tapi pelaksanaan penelitian ada di RS dr Kariadi," ujar Penny seperti diberitakan Tribunnews.com, Rabu (10/3/2021).

Penny K Lukito - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Penny K Lukito - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) (Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S)

Alasan Penny mempertanyakan hal itu karena sesuai kaidah klinis pengembangan vaksin seharusnya setiap tim peneliti harus memiliki komite etik di tempat pelaksanaan penelitian.

Komite etik, kata dia, adalah pihak yang harus bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan terutama terhadap keselamatan subjek penelitian.

Selain itu, Penny turut mempertanyakan apakah vaksin Nusantara menunjukkan khasiat dari vaksin.

Sebab jika tak menunjukkan khasiatnya, maka vaksin Nusantara akan sulit melanjutkan ke fase uji vaksin kedua karena bisa merugikan subjek penelitian.

"Datanya juga harus dibahas bersama, karena kalau tidak menunjukkan khasiat vaksin, penelitian ke fase berikutnya menjadi tidak ethical."

"Karena akan merugikan subjek penelitian untuk mendapatkan perlakuan yang tidak memberikan manfaat," jelasnya.

Baca juga: Vaksin Nusantara Jadi Kontroversi, Presiden PKS : Asal Sudah Lolos Uji Klinis, Clearlah Itu 

Sejumlah Tokoh Politik Sambut Baik Vaksin Nusantara

Sejumlah tokoh politik hingga puluhan anggota DPR RI mengaku siap dan menyambut baik untuk menjadi relawan vaksin Nusantara.

Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie mengaku menjadi orang pertama yang disuntik vaksin pada Rabu (14/4/2021) kemarin.

"Ini vaksin Nusantara, saya pertama kali, Insyaallah berhasil," kata Aburizal dalam video yang telah dikonfirmasi Tribunnews.com, Rabu (14/4/2021).

Selain itu, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo juga ikut menjadi relawan uji klinis vaksin Nusantara yang digagas oleh Terawan Agus Putranto.

Gatot mengaku ditawari langsung oleh Terawan untuk menjadi relawan uji klinis vaksin Nusantara.

Gatot pun tidak mempermasalahkan meski Badan POM belum merestui vaksin Nusantara dilanjutkan ke tahap uji klinis fase II.

Dia menegaskan, akan mendukung setiap produk yang diciptakan anak bangsa.

Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie
Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie (tangkap layar video)

"Saya tidak tahu ada izin atau tidak, tapi saya ditawari untuk jadi uji klinik saya siap," ungkapnya.

Sementara, sejumlah anggota DPR RI lintas fraksi juga menjalani proses vaksinasi ini di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (14/4/2021).

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin rombongan pun mengatakan, proses pertama tahapan vaksinasi menggunakan vaksin Nusantara yaitu pengambilan sampel darah.

Nantinya, setelah sel dendiritik dalam darah diolah selama tujuh hari, barulah vaksin disuntikkan ke dalam tubuh.

"Hari ini saya sudah mengambil sampel darah untuk diolah selama tujuh hari untuk dijadikan vaksin Nusantara yang kemudian nanti akan dimasukkan ke dalam tubuh saya dalam tujuh hari ke depan," kata Dasco.

"Saya lihat ada beberapa, kita sekitar 40 orang tapi saya tidak hafal satu per satu tapi terutama yang hafal teman di Komisi IX ini," imbuhnya.

Sejumlah Ahli Menyoroti Keganjilan pada Vaksin ini

Keinginin tim peneliti vaksin Nusantara untuk tetap melanjutkan uji klinis fase kedua tanpa izin dari Badan POM membuat para ahli merasa ganjil.

Keganjilan ini pun diungkapkan oleh Ketua Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Profesor Zubairi Djoerban.

Ia menilai, vaksin Nusantara sulit mendapat kepercayaan ahli maupun masyarakat.

Terlebih, sikap peneliti dibaliknya memiliki kesan memaksakan pengembangan vaksin yang digadang-gadang buatan anak negeri ini.

Hal itu diungkapkan  dalam akun Twitter pribadi-nya, @ProfesorZubairi yang dikutip Tribunnews.com  pada Kamis (15/4/2021).

"Tanpa bermaksud tendensius, saya ingin pihak Vaksin Nusantara menjelaskan kepada publik, kenapa tetap ingin melaksanakan uji klinis fase dua," jelasnya.

"Padahal BPOM belum keluarkan izin untuk itu. Relawannya pun DPR, yang sebenarnya sudah menjalani vaksinasi kan? Ini benar-benar ganjil," tambah Zubairi.

Ia berharap, peneliti dapat membuka ruang penjelasan terhadap publik maupun lembaga terkait menyoal vaksin ini.

"Bagi saya, tidak ada yang lebih penting selain evidence based medicine (EBM). Kalau uji klinis fase dua ini dilakukan tanpa izin BPOM, rasanya kok seperti memaksakan ya," tambahnya.

Selain itu, Ahli Biomolecular Ahmad Utomo juga mengatakan prosedur tindakan pemberian uji Vaksin Nusantara ke anggota DPR tersebut tidak wajar.

"Ya ini tidak lazim dalam pengembangan vaksin, karena vaksin ini juga belum terbukti efektif sama sekali," kata Ahmad kepada Kompas.com, Rabu (14/4/2021).

Menurut dia, jika hanya untuk membuktikan keamanan vaksin, hal itu bisa saja dilakukan, dan sebenarnya dari studi fase 1 sebelumnya pun sudah diprediksi produk vaksin itu aman.

"Tapi poinnya bukan saja di keamanan kan, poinnya bagaimana efikasinya (Vaksin Nusantara)?" ujarnya.

Ia juga mempertanyakan tujuan dilakukannya penyuntikan Vaksin Nusantara tersebut kepada anggota-anggota DPR yang tercatat.

"Apakah untuk menjawab pertanyaan sains, atau sekedar momen politik? Tidak paham saya," kata Ahmad.

(Tribunnews.com/Maliana/ Taufik Ismail/Chaerul Umam/Rina Ayu, Kompas.com/Ellyvon Pranita)

Berita lain terkait Vaksin Nusantara

 
Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas