Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali Kembalikan Gelar Guru Besarnya

Pengamat komunikasi politik Effendi Gazali mengembalikan gelar guru besar yang disematkan padanya.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali Kembalikan Gelar Guru Besarnya
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
Effendi Gazali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (25/3/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat komunikasi politik Effendi Gazali mengembalikan gelar guru besar yang disematkan padanya.

Pengembalian itu tertuang dalam surat yang dilayangkan Effendi kepada Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah III, Agus Setyo Budi.

Dalam surat tersebut Effendi membeberkan sejumlah alasan mengapa ia mengembalikan gelar guru besarnya.

Dalam suratnya itu, Effendi Gazali menyampaikan empat alasan ilmiah kenapa dia mengambalikan SK guru besar.

Baca juga: Effendi Gazali Tak Terkait 162.250 Paket Bansos

Pertama, menurutnya, dia sedang membongkar beberapa skema merugikan negara yang begitu besar. Dia tidak tahu fitnah atau hoax apa yang masih akan terarah pada dia.

"Mereka memiliki kerjasama media dan buzzer; saya khawatir pembunuhan karakter yang mereka bangun berimbas pada gelar guru besar dan institusi tempat mengajar, karenanya detachment merupakan pilihan baik (setidaknya sementara)," ujar Effendi Gazali dalam suratnya itu.

Kedua, lanjut Effendi Gazali, jika dia masih guru besar, demi Tridharma, dia tetap harus meneriakkan skema tersebut.

Berita Rekomendasi

Padahal, kata Effendi, dia juga harus mengukur diri dan perlindungan karena kekuatan mereka sampai mampu mengalahkan kebebasan berpendapat.

Baca juga: KPK Tolak Permintaan Effendi Gazali Bongkar Data Vendor Bansos Covid-19

"Wawancara dengan saya bertopik skema itu di youtube/podcast, yang penontonnya sudah jutaan, berhasil mereka minta diturunkan," terang Effendi Gazali.

Ketiga, Effendi Gazali merasa gagal mengajar jurnalisme dan komunikasi. Dia dikepung puluhan berita/media yang memuat BAP (Berita Acara Pemeriksaan) palsu atau terperiksanya bohong (sehingga BAP itu harusnya direkualifikasi lalu masuk mesin penghancur kertas).

Dan beberapa media yang dia laporkan ke Dewan Pers sudah dinyatakan melanggar Kode Etik Jurnalistik.

"Terima kasih kepada Dewan Pers, khususnya Bapak Mohammad Nuh sebagai Ketua, dan Bapak Arif Zulkifli Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers, serta pakar hukum media Bapak Wina Armada," ucap Effendi Gazali.

"Namun masih banyak media yang mempertahankan angka BAP palsu tersebut. Berapa lama saya harus mengadu dan menjalani sidang satu per satu, pasti akan membuat saya tidak konsentrasi mengajar," tambahnya.

Keempat atau yang terkahir, Effendi Gazali menjelaskan, dalam tulisan "Pak Jakob Oetama dan Wasiat Huruf I" (Kumparan, 10/9/20).

"Sebelum berpulang, ternyata diberi karunia terlindungi dari kegaduhan “I” (Impact/dampak) yang sudah lama dia cemaskan pada dunia pers yang tak cukup hanya 5 W+1H; penulis artikel itu Bapak Ilham Bintang Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat pernah berkontemplasi: “...100 tahun pun belum tentu kita bisa memperbaiki pers Indonesia...”; jadi saya barangkali perlu kontemplasi sejenak dari Impact yang Irreversible (the damage has been done)," katanya.

Effendi Gazali meyakini terputusnya segala hak dan kewajiban terkait dengan guru besar, tidak mengganggu siapapun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas