Mantan Dirut Jasa Marga Desi Arryani Divonis 4 Tahun Penjara, Begini Kata Kuasa Hukum
Selain kurungan badan, Desi juga divonis untuk membayar denda sebesar Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara terhadap Desi Arryani.
Selain kurungan badan, Desi juga divonis untuk membayar denda sebesar Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Bersama empat rekannya, Desi Arryani dinyatakan bersalah karena telah melakukan tindak pidana korupsi dengan dalih mengambil dana melalui pekerjaan subkontraktor yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara pembukuan.
Menanggapi putusan ini, kuasa hukum Desi Arryani, Dasril Affandi, menyatakan pihaknya menghormati semua keputusan yang diambil hakim.
Meski begitu, Dasril menegaskan bahwa apa yang dilakukan Desi bukanlah merupakan tindak korupsi seperti yang dituduhkan.
Baca juga: Hakim Tipikor Jakarta Vonis Desi Arryani Cs 4 Hingga 7 Tahun Penjara
Hal ini mengingat apa yang dilakukan Desi bersama rekan-rekannya ditujukan demi mendukung keberlangsungan proyek yang dikerjakan perusahaan.
Baca juga: Eks Mantan Dirut Jasa Marga Desi Arryani Didakwa Rugikan Negara Rp 202 Miliar
"Jadi ini sebenarnya tidak bisa dikatakan korupsi. Kalaupun ada hukuman mengganti kerugian negara, hal tersebut berasal dari catatan pengeluaran kasir semata, yang dalam persidangan terbukti dilakukan tanpa adanya permintaan atau instruksi dari Desi Arryani," kata Dasril lewat keterangan tertulis, Selasa (27/4/2021).
Dasril menjelaskan, dalam persidangan kliennya telah menyampaikan dengan tegas bahwa dirinya sama sekali tidak memperoleh manfaat dari dana-dana yang dicatat secara administrasi dengan istilah 'subkontraktor' tersebut.
Dana tersebut digunakan untuk mendukung operasional dan kebutuhan proyek yang dikerjakan perusahaan, di antaranya biaya pembelian peralatan non-investasi, baik baru maupun bekas namun masih layak pakai.
Termasuk juga digunakan untuk biaya kerohiman, keamanan, mitra non-PKP dan subsidi silang dari proyek-proyek rugi lainnya.
Mengacu keterangan Desi Arryani di persidangan, sambung Dasril, dalam rentang 2009 hingga 2013 terdapat 14 proyek yang secara administrasi terdapat biaya tak terduga yang dicatat menggunakan istilah biaya subkontraktor.
Mekanisme pencatatan dengan istilah biaya subkontraktor ini, sebenarnya merupakan pencatatan yang bersifat sementara tatkala perusahaan mendapati biaya tambahan atau biaya yang tidak diperhitungkan dalam penganggaran proyek.
Maka dari itu, Dasril menyatakan bahwa pencatatan biaya subkontraktor ini tidak dapat dijadikan dasar adanya praktik korupsi yang dilakukan kliennya.
Apalagi dana yang dicatat dengan nama biaya kontraktor tadi, seluruhnya digunakan untuk mendukung proyek yang dikerjakan perusahaan.
"Karena jika tidak dilakukan maka proyek bisa terhambat bahkan mungkin akan default, terkena denda, pencairan jaminan hingga berujung pada black list perusahaan," kata Dasril.
Ia menerangkan, 14 proyek tersebut telah berfungsi dengan baik dan dimanfaatkan oleh masyarakat hingga saat ini.
Selain fungsional, secara bisnis juga mencetak laba yang berkontribusi pada keluarnya Waskita Karya dari status pasien PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero).
Proyek-proyek itu seperti Bandara Kualanamu Paket 2, Bendungan Jatigede, Banjir Kamal Timur, Kali Bekasi, Kali Pesanggrahan, dan Jalan Layang Non-Tol Antasari.
Bahkan jalan Tol Benoa Bali yang pengerjaannya menjadi pekerjaan jalan tol di atas laut pertama di Indonesia, dikerjakan paling cepat karena adanya penugasan dari negara untuk dipergunakan dalam KTT-APEC.
Selain putusan terhadap Desi, majelis hakim juga menjatuhkan vonis kepada Fatorrahman dengan hukuman penjara 6 tahun dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan.
Dia juga dikenai pidana tambahan pengembalian uang sejumlah Rp3.670.000.000 (1 tahun), Jarot Subana dengan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan serta pidana tambahan pengembalian uang sejumlah Rp7.124.239.000 (2 tahun).
Fakih Usman dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan serta pidana tambahan pengembalian uang sejumlah Rp5.970.000.000 (2 tahun), serta Yuly Ariandy dengan vonis 7 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan serta pidana tambahan pengembalian uang sejumlah Rp47.166.931.587 (2 tahun 6 bulan).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.