MK Kabulkan Sebagian Uji Materi UU KPK Baru: Penyadapan dan Penggeledahan Tak Perlu Izin Dewas
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Sanusi
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, khususnya terkait ketentuan soal izin penyadapan dan penggeledahan.
Gugatan perkara nomor 70/PUU-XVII/2019 ini dimohonkan oleh Fathul Wahid, Abdul Jamil, Eko Riyadi, Ari Wibowo, Mahrus Ali, dan merupakan satu dari total tujuh permohonan yang diterima MK terkait pengujian UU KPK.
"Dalam pengujian materiil, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," terang Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman membaca amar putusan di Gedung MK, Selasa (4/5/2021).
Baca juga: KPK Buka Kemungkinan Jerat Pihak Lain dalam Kasus Pajak Angin Prayitno Aji
Dalam permohonan ini, pemohon mengajukan gugatan formil dan gugatan materiil terhadap beberapa pasal dalam UU KPK, yakni Pasal 1 angka 3, Pasal 3, Pasal 12B, Pasal 12C, Pasal 24, Pasal 37B ayat (1) huruf b, Pasal 40, Pasal 45A ayat (3) huruf a, dan Pasal 47 ayat (1).
MK menyatakan tindakan penyadapan yang dilakukan pimpinan KPK tidak memerlukan izin dari Dewan Pengawas (Dewas), namun cukup memberitahukan kepada Dewas.
Sehingga dengan tidak diperlukan lagi izin penyadapan oleh KPK dari Dewas sebagaimana norma Pasal 12B ayat (1) UU19/2019, maka ketentuan tersebut harus dinyatakan inkonstitusional.
Baca juga: Ragukan Komitmen Pemberantasan Korupsi Sebagai Dewas KPK, ICW Beberkan 8 Dosa Indriyanto Seno Adji
Sebagai konsekuensi yuridisnya norma Pasal 12B ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) UU tidak relevan lagi untuk dipertahankan dan juga harus dinyatakan inkonstitusional.
MK mengubah Pasal 12 ayat (1) yang semula berbunyi "Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) yang telah selesai dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan keapda pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dewan Pengawas paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak penyadapat selesai dilaksanakan."
Menjadi selengkapnya berbunyi "Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) yang telah selesai dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan diberitahukan Dewan Pengawas paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak penyadapan selesai dilaksanakan".
MK menyebut, sebagai konsekuensi yurudis Dewas tidak dapat mencampuri kewenangan yudisial atau pro justitia, sehingga frasa yang berbunyi "dipertanggungjawabkan kepada Dewan Pengawas" dalam Pasal 12C ayat (2) dinyatakan inkonstitusional.
Terkait dalil soal penggeledahan dan/atau penyitaan harus seizin Dewas sebagaimana diatur Pasal 47 ayat (1), Mahkamah berpendapat tindakan penggeledahan dan/atau penyitaan oleh KPK juga bagian dari pro justitia. Sementara Dewas bukan merupakan unsur aparat penegak hukum.
Sehingga Mahkamah menilai permintaan izin ke Dewas menjadi tidak tepat. Oleh karena itu, Mahkamah mengatakan KPK cukup melakukan pemberitahuan kepada Dewas.
Poin berikutnya, guna menghindari penyalahgunaan wewenang terkait penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan KPK yang dikaitkan dengan fungsi pengawasan Dewas, Mahkamah menyatakan KPK memberitahukan kepada Dewas paling lambat 14 hari kerja sejak penyadapan dilakukan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.