Materi Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK Diduga Lecehkan Perempuan
Kompaks mengecam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dilakukan terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aliansi Gerak Perempuan dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks) mengecam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dilakukan terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Apalagi, pertanyaan yang ditujukan kepada pegawai dianggap cenderung seksisme dan diskriminatif.
"Gerak Perempuan dan Kompaks mengecam keras pelaksanaan tes alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diwarnai beberapa tes dan pertanyaan tidak etis yang bernuansa seksis, mengandung bias agama, bias rasisme, dan diskriminatif," kata Prilly, perwakilan Kompaks dalam keterangannya, Jumat (7/5/2021).
Ia membeberkan, dari beberapa penemuan yang ditemukan Kompaks, terdapat beberapa pertanyaan yang tidak relevan dengan tujuan diadakannya tes tersebut.
Baca juga: Alih Status ASN Pegawai KPK Berpolemik, Febri Diansyah Cerita saat Seleksi Indonesia Memanggil
Pertama, sebut Prilly, terdapat pertanyaan yang seksisme dan bermuatan pelecehan.
Salah satunya yakni pertanyaan terkait status perkawinan yang ditanyakan kepada pegawai KPK yang belum menikah.
"Dari informasi yang kami dapatkan, salah satu pegawai KPK harus menghabiskan waktu 30 menitnya untuk menjawab pertanyaan seperti ini," katanya.
Kemudian pertanyaan soal hasrat seksual, seperti 'masih ada hasrat atau tidak?'.
Lalu pertanyaan terkait kesediaan menjadi istri kedua, dan pertanyaan tentang 'kalau pacaran ngapain aja?'.
Menurut Aliansi Gerakan Perempuan, pertanyaan-pertanyaan itu tidak ada kaitannya dengan tugas, peran, dan tanggung jawab pegawai KPK.
"Dan tidak layak ditanyakan dalam sesi wawancara. Pertanyaan seperti ini adalah pertanyaan yang bernuansa seksis karena didasari oleh anggapan yang menempatkan perempuan sebatas pada fungsi dan peran organ reproduksinya dan sangat menghakimi privasi dari pegawai KPK tersebut," kata Prilly.
"Pertanyaan dan pernyataan yang seksis ini juga menunjukkan buruknya perspektif gender dari aparatur negara. Hal ini bertentangan juga dengan Pasal 28G (1) 1945 & amandemennya mengatur 'Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi'," imbuhnya.
Selain pertanyaan yang seksisme dan cenderung beemuatan pelecehan seksual, pertanyaan terkait kehidupan menjalankan ajaran agama dan pertanyaan rasisme tak pantas diajukan dalam sesi wawancara tersebut.
"Gerak Perempuan sebagai aliansi yang menyuarakan penolakan terhadap kekerasan kepada perempuan bersama Kompaks menilai bahwa proses tes peralihan tidak dilakukan secara profesional dan etis, terutama pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi, seksis, dan diskriminatif," katanya.
Untuk itu, Gerak Perempuan dan Kompaks menuntut kepada pimpinan KPK untuk membatalkan hasil tes.
Mereka juga menuntut Dewan Pengawas KPK memberikan sanksi berat kepada Ketua KPK dan pimpinan KPK yang membentuk peraturan Komisi KPK dan melakukan tes ini serta pihak-pihak terkait.
"Kepada Presiden Joko Widodo sebagai pihak yang menerbitkan Keppres pengangkatan pimpinan KPK untuk menindak pimpinan KPK yang melakukan pelecehan terhadap pegawai KPK peserta tes melalui asesemen wawasan kebangsaan," katanya.