Heboh Tes Wawasan Kebangsaan KPK, Sistem Tes ASN Dinilai Perlu Evaluasi
Indonesia dihebohkan dengan pemberitaan 75 pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia dihebohkan dengan pemberitaan 75 pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Mereka yang tidak lolos termasuk penyidik senior paling populer Novel Baswedan dan Direktur KPK Sujanarko yang pernah mendapat prediket pegawai berprestasi.
Hebohnya kasus ini juga tak luput dari sejumlah tokoh nasional, termasuk dari Muhammadiyah yang angkat bicara.
Baca juga: Pegawai KPK: Proses TWK Tak Berintegritas, Sangat Tertutup, dan Penuh Rahasia
Baca juga: Cerita Pegawai KPK Ikuti Tes Wawasan Kebangsaan, Si Pewawancara Tak Perkenalkan Diri
Ada yang menuding bahwa tidak lolosnya Novel Baswedan dan lainnya karena ada dendam pribadi Pimpinan KPK. Bahkan adapula yang menuding Presiden Jokowi terlibat. Yang paling anyar ada yang menyebut KPK tamat ditangan Presiden Jokowi.
"Tudingan miring itu muncul setelah 75 pegawai KPK dinyatakan tidak lolos tes TWK untuk jadi ASN (Aparatur Sipil Negara). Andai saja mereka lolos, maka tudingan itu tak akan pernah ada," ujar Ketua Umum Relawan Jokowi (ReJo) HM Darmizal MS, kepada wartawan, Minggu (16/5/2021).
Menurutnya tes TWK KPK telah melibatkan berbagai elemen nasional, termasuk lembaga kepegawaian nasional tentunya.
Tes pun diyakini Darmizal dilakukan secara transparan, akuntabel, terukur, dan berlaku umum. KPK tentu memiliki standar ukur sendiri yang tidak boleh diintervensi oleh siapapun pihak luar.
"Prosesnya pastilah legal, telah sesuai aturan main yang berlaku dalam perekrutan pegawai menjadi ASN. Soal peserta tesnya berprestasi, senior, punya rekam jejak cemerlang, tak bisa jadi jaminan lulus tes jadi pegawai atau ASN. Ini sudah jadi warisan sengkarut panjang nasional sejak dulu dari masa ke masa. Satu kenyataan yang sulit untuk bisa dipungkiri," jelas dia.
Dia mencontohkan puluhan ribu orang yang ikut tes pegawai sebuah Kementerian misalnya.
Walaupun memiliki rekam jejak hebat, IPK tinggi, belum tentu lulus tes masuk pegawai. Kadang yang lulus tes itu secara akademis biasa biasa saja.
Contoh lain, kata dia, bisa dilihat pada saat tes masuk perguruan tinggi. Juara umum disekolah, nilai ujian nasional tinggi, ternyata tidak jaminan untuk lulus tes. Bahkan yang lulus adalah yang prestasinya biasa-biasa saja di sekolah.
Karenanya, Darmizal menilai perlu dilakukannya evaluasi terhadap sistem tes nasional, khususnya untuk ASN.
"Rasanya sistem tes secara nasional, khususnya untuk pegawai atau ASN memang perlu untuk dievaluasi. Perlu dikaji ulang. Sistem perekrutan seperti apa yang paling sesuai untuk pegawai atau ASN," kata dia.
"Apakah tes yang cocok itu berbasis teori atau berbasis kompetensi? Apakah implementasi nya seragam atau berbeda beda disetiap lembaga sesuai kebutuhan. Inilah yang perlu dievaluasi menyeluruh secara nasional oleh lembaga terkait dengan penyaringan pegawai atau ASN," imbuhnya.
Dengan demikian, Darmizal mengatakan bagi mereka yang merasa pintar atau terlihat berprestasi tak akan menyalahkan orang lain jika mereka gagal tes.
"Bisa saja mereka menyalahkan pimpinan lembaganya, menyalahkan siapa saja yang tidak disenangi, menyalahkan pimpinan KPK yang masa baktinya sangat terbatas. Bahkan kembali menyalahkan Presiden yang tidak ada kaitannya dengan proses rekrutmen tersebut dan lain lain," tandasnya.