Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Ingatkan Jangan Buat Status Quo bahkan Mati Suri pada Penuntasan Tragedi Trisakti

Alih-alih memperjuangkan gerakan Reformasi yang menewaskan 4 pejuang pahlawan reformasi dari mahasiswa Universitas Trisakti namun hingga saat ini penu

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pengamat Ingatkan Jangan Buat Status Quo bahkan Mati Suri pada Penuntasan Tragedi Trisakti
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Mahasiswa Trisakti memanjatkan doa saat berziarah ke makam pahlawan reformasi di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Minggu(12/5/2019). Puluhan eks aktivis '98 melakukan ziarah ke makam pahlawan reformasi Elang Mulya Lesmana dan Hery Hartanto saat memperingati 21 tahun mengenang Tragedi Trisakti 1998. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Hukum Trisakti Radian Syam mengatakan, setiap tahun tepatnya 12 Mei bangsa ini selalu teringat atas apa yang terjadi saat itu, dimana telah terjadi sebuah Tragedi Trisakti.

Alih-alih memperjuangkan gerakan Reformasi yang menewaskan 4 pejuang pahlawan reformasi dari mahasiswa Universitas Trisakti namun hingga saat ini penuntasan kasus tersebut seakan mati suri.

"kita bisa melihat penanganan kasusnya dimana belum ada titik terang," kata Radian Syam dalam keterangannya, Jumat (21/5/2021).

Radian pun mengatakan, Indonesia saat ini sesungguhnya sedang berada pada fase transisi politik menuju negara yang demokrasi.

Dimana sejak gerakan reformasi dicanangkan yang ditandai oleh tumbangnya Rezim Orde Baru pada tanggal 21 Mei 1998, dengan kejadian itu sebenarnya salah satu hal yang harus dituntaskan yakni penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada masa lalu.

Misalnya, kasus Tragedi Trisakti (12 Mei 1998), Semanggi I (13 November 1998), Semanggi II (22-24 September 1999), serta kasus-kasus lainnya yang diduga sebagai pelanggaran HAM.

"Namun apa yang kita lihat saat ini seakan mati suri penuntasan Kasus-kasus tersebut, hal ini patut diduga karena lemahnya sistem supremasi hukum terhadap pihak pelanggar dan juga lemahnya political will pemerintah dalam mengimplikasikan norma-norma HAM," jelasnya.

Baca juga: Pengamat Hukum Universitas Trisakti Sebut Rumus Jitu Menjalankan Bela Negara

BERITA REKOMENDASI

Radian menambahkan, sejatinya Supremasi hukum itu akan terwujud jika setiap warga negara tanpa terkecuali harus taat dan tunduk kepada hukum, serta memberikan jaminan dan perlindungan terhadap segala bentuk kedzaliman baik secara verbal maupun bullying yang menyebabkan Pelanggaran HAM.

"Negara sekali lagi, harus berada pada posisi mandiri tanpa adanya tekanan dari pihak manapun di dalam supremasi hukum, agar terwujud bentuk kehidupan yang beradab (civilized,red), demokratis dan toleran," pungkas Radian.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas