KPK Isyaratkan Isi Slot Penyidik Setelah 51 Pegawai Diberhentikan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan akan mengisi slot kekosongan penyidik setelah 51 pegawai dinyatakan diberhentikan.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengisyaratkan akan mengisi slot kekosongan penyidik setelah 51 pegawai dinyatakan diberhentikan.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto menyatakan bahwa lembaga antirasuah bakal mempersiapkan penyidik dari aparat penegak hukum lainnya.
"Paling kita punya jalur paling kita minta ke kejaksaan ke penyidik, untuk mempersiapkan saja apabila sewaktu-waktu ada rekrutmen lagi," kata Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (25/5/2021).
KPK, dikatakan Karyoto, bisa meminta penyidik ke Polri maupun Kejaksaan Agung.
Baca juga: BKN Beberkan Alasan 51 Pegawai KPK Dipecat, Ungkap Tak Memenuhi Indikator Penilaian Ini
Dua instansi itu sudah sering dihubungi KPK saat membutuhkan tambahan penyidik.
Namun, ia menggarisbawahi, keputusan tersebut belum final.
Karyoto menyebut keputusan penambahan divisi penindakan tergantung kebijakan pimpinan.
"Ada kebijakan lagi dari pimpinan dan kesekjenan, saya tidak berandai-andai," sebutnya.
Adapun sebanyak 51 pegawai KPK yang diberhentikan masih bekerja hingga 1 Juni 2021.
Mereka diberhentikan akibat tidak lolos asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“KPK masih boleh memiliki pegawai non ASN sampai 1 November, karena di Undang-Undang sampai 1 November semua pegawai KPK harus sudah menjadi ASN,” kata Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Timur, Selasa (25/5/2021).
Baca juga: WP KPK Tentukan Sikap Malam Ini Terkait Pemberhentian 51 Pegawai yang Tak Lolos TWK
“Jadi yang pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) 51 orang ini itu nanti masih akan menjadi pegawai KPK sampai November 2021,” tambah dia.
Bima pun mengatakan bahwa, kebijakan tersebut telah mengikuti arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak merugikan ASN.