Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Waka BIN Ungkap 3 Front yang Aktif Dukung Referendum Papua

Wakil Kepala (Waka) BIN Letjen TNI Purn Teddy Lhaksmana Widya Kusuma mengungkap ada tiga ada 3 front yang aktif menggalang adanya referendum Papua.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Waka BIN Ungkap 3 Front yang Aktif Dukung Referendum Papua
Tribunnews.com, Chaerul Umam
Rapat kerja Pansus Revisi UU Otonomi Khusus Papua, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/5/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Kepala (Waka) BIN Letjen TNI Purn Teddy Lhaksmana Widya Kusuma mengungkap ada tiga ada 3 front yang aktif menggalang adanya referendum Papua.

Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja dengan Panitia Khusus (Pansus) revisi UU nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) bagi Provinsi Papua, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (27/5/2021).

"Dari hasil pendalaman BIN terdapat tiga front yang aktif menggalang dukungan pelaksanaan referendum di Papua, masing-masing secara umum untuk diketahui yaitu front bersenjata, front politik dan front klandestin," kata Teddy.

Teddy menyebut, meski ada otonomi khusus, namun kerentanan masyarakat Papua sangat tinggi, lantaran pembangunan manusia di Papua masih berkisar 60,84-64,70.

"Sejak dikeluarkannya otonomi khusus Nomor 21 Tahun 2001, hingga saat ini tingkat kesejahteraan masyarakat papua masih rentan, dengan indeks pembangunan manusia atau IPM terendah di Indonesia, yaitu antara 60,84 sampai dengan 64,70," ungkapnya.

Teddy mengatakan ada beberapa alasan melatarbelakangi kondisi tersebut.

Diantaranya ketidakjelasan pada sektor infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan ekonomi kerakyatan, yang disebabkan oleh Kelompok Separatis Papua (KSP).

Baca juga: Bahas soal Papua, Pansus Otsus Raker Bareng Kabais TNI, Wakabin, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas

BERITA TERKAIT

Dikatakan Teddy, para KSP menghambat pembangunan IPM karena adanya gangguan keamanan.

"Pembakaran sekolah dan pembunuhan guru serta murid, pengawasan oleh aparat pemeriksa internal dan eksternal pemda belum maksimal. Sementara itu terdapat kerentanan sosial budaya yang disebabkan antara lain pola kepemimpinan yang berbasis suku, perbedaan karakter warga pegunungan dan pesisir," ujarnya.

"Sebagai ras Melanesia, orang asli Papua merasa berbeda dengan suku bangsa lain di Indonesia dan sikap kolutif elite lokal," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas