KPPPA: Rokok Pintu Masuk Permasalahan Narkoba pada Anak
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mendorong peran keluarga untuk menghentikan kebiasaan merokok pada anak, sejak usia
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) mendorong peran keluarga untuk menghentikan kebiasaan merokok pada anak, sejak usia dini
Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak dari KPPPA, Agustina Erni berujar upaya berhenti merokok merupakan sebagian dari upaya perlindungan dan ketahanan keluarga.
Hal tersebut dikarenakan, rokok merupakan pintu masuk permasalahan narkoba yang menimpa pada anak.
"Rokok merupakan pintu masuk dari permasalahan narkoba pada anak yang harus kita antisipasi," tegas Agustina Reni dalam webinar Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Selasa (1/6/2021).
Survei Global Youth Tobacco tahun 2019 sebanyak 19,2 persen pelajar usia 13-15 tahun di Indonesia adalah perokok aktif.
Pengaruh lingkungan sangat besar, dimana 28 persen remaja merokok saat berkumpul dengan teman sebaya.
"Temannya bilang ketinggalan jaman atau tidak keren. Data dari Univesitas Indonesia tahun 2020 juga menyatakan keberadaan 10% perokok di lingkungan anak sudah cukup mendorong anak untuk merokok," ujarnya.
Paparan asap rokok dapat berasal dari rumah, tempat umum yang tertutup, maupun tempat umum yang terbuka.
Berdasarkan survei Global Youth Tobacco tahun 2019 menyatakan bahwa paparan iklan, promosi maupun sponsorship rokok 65 persennya dipengaruhi media televisi dan tempat penjualan.
Selain itu media sosial juga turut mempengaruhi sebesar 35 persen.
Anak yang memiliki orang tua perokok kronis memiliki probabilitas mengalami stunting sebesar 5,5 persen lebih tinggi dibandingkan dengan anak dari orang tua bukan perokok.
Anak yang tinggal dengan orang tua yang tidak merokok akan tumbuh 1,5 kg lebih berat dan 0,34 cm lebih tinggi daripada yang tinggal dengan orang tua perokok kronis.
"Sangat ironis, merokok ini juga mempengaruhi kesehatan keluarga," ujarnya.
Dari segi konsumsi menurut survei pengeluaran untuk membeli rokok lebih tinggi daripada pengeluaran untuk membeli makanan sehat, yakni sebesar 10-12 persen.
Ini diatas pengeluaran untuk membeli telur, daging ayam, atau bahan makanan sehat dan penting lainnya yang membuat ini nampak miris.
"Kita tidak bisa bicara masalah hanya rokok saja, tapi ini berkaitan dengan banyak hal," ujarnya.
Baca juga: Kemenko PMK: Kampanye Setop Merokok Harus Menyasar Semua Generasi
Oleh karena itu KPPPA berkomitmen untuk membangun kawasan tanpa rokok untuk mewujudkan kabupaten/kota layak anak serta tanpa iklan, promosi maupun sponsor rokok.
KPPPA menyatakan bahwa diperlukan kolaborasi untuk menjauhkan anak dari pengaruh rokok sedari dini, salah satunya dengan menggaet para influencer muda.
"Ayo kita jangan berhenti menjalankan komitmen yang kita bangun sejak lama. Kita harus selamatkan generasi penerus kita, agar anak cerdas, berdayasaing, inovatif, berkarakter menuju Indonesia layak anak 2030 dan Indonesia emas 2045," tutupnya.