Strategi Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Produksi Susu Segar dalam Negeri
Diperlukan regulasi dari pemerintah mengenai penggunaan lahan Perhutani dan Perkebunan Nusantara untuk penanaman Hijauan Pakan Ternak
Editor: Eko Sutriyanto
![Strategi Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Produksi Susu Segar dalam Negeri](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/geliat-peternak-sapi-perah-pondok-ranggon-di-masa-pandemi_20201125_200432.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Dedi Setiadi mengatakan saat ini ada beberapa hal yang harus dibenahi dalam upaya mendongkrak kualitas dan kuantitas produksi susu segar dalam negeri (SSDN).
Beberapa diantaranya adalah ketersediaan pakan ternak karena keterbatasan lahan, bibit sapi, kepemilikan sapi, produktivitas hingga kualitas susu.
Dedi berpandangan bahwa diperlukan regulasi dari pemerintah mengenai penggunaan lahan Perhutani dan Perkebunan Nusantara untuk penanaman Hijauan Pakan Ternak (HPT).
Diperlukan bibit rumput yang unggul dari segi produktivitas dan kualitas untuk meningkatkan produktivitas sapi perah serta menghasilkan susu yang berkualitas
“Sampai saat ini belum ada kebijakan yang berpihak pada penggunaan lahan.
Selain HPT, ketersediaan konsentrat juga sangat terbatas, harga yang cenderung fluktuatif dan bersaing dengan kebutuhan sapi pedaging, unggas dan perikanan," kata Dedi dalam webinar peringatan Hari Susu Nusantara 2021 yang diperingati pada tanggal 1 Juni setiap tahunnya, Senin (31/5/2021).
Baca juga: Anak Sapri Pantun Bakal Dapat Uang Susu Rp 1 Juta Per Bulan Dari Eko Patrio
Ia berharap ada regulasi dari pemerintah yang mengatur pengusaha yang memperoduksi konsentrat, sebagian produksinya wajib dibeli oleh peternak sapi perah rakyat.
Selain masalah pakan, yang menjadi kendala lain adalah keterbatasan bibit sapi yang berkualitas, maraknya kejadian kawin silang antara sapi Friesian Holstein (FH) dengan sapi Simental dan banyak terjadi pemotongan sapi produktif. Sehingga sulit mendapatkan bibit sapi kualitas unggul.
“Bisa dengan pembuatan akta kelahiran sapi agar jelas asal usulnya.
Ketersediaan semen beku sapi bibit unggul hingga memberikan sanksi terhadap Rumah Potong Hewan (RPH) yang melakukan pemotongan sapi produktif serta memperbanyak Balai Pembibitan,” tambahnya.
Perihal mendongkrak kepemilikan sapi, Dedi menambahkan petingnya untuk mempermudah akses pembiayaan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) atau Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB).
Baca juga: Peringati Hari Susu Dunia, Ketua DPD RI: Anak Indonesia Harus Dikenalkan dengan Susu
“Sekarang bank mau memberikan kredit kepada peternak, namun koperasi harus sebagai avalis. Mudah-mudahan bisa dipermudah,” Tambah Dedi.
Sementara produktivitas dan kualitas susu, Dedi menuturkan bahwa pentingnya peningkatan pemahaman mengenai Good Dairy Farming Practice (GDFP) bagi para peternak untuk menghasilkan susu dengan kualitas terbaik.
Dengan begitu, bisa mendapatkan harga susu yang tinggi dan berujung kepada peningkatan kesejahteraan peternak.
Upaya perbaikan dari sektor hulu ke hilir tentunya harus mendapat sorotan dari berbagai pemangku kepentingan.
Dari sisi peternakan, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian (Kementan) Fini Murfiani mengatakan pentingnya optimalisasi dari hulu, pengembangan usaha hingga hilirisasi.
“Kebijakan dan strategi pemerintah di bidang persusuan nasional untuk di sektor hulu ada program Sikomandan (Sapi Kerbau Komoditas Andalan Negeri), rearing, program kemitraan hingga insentif investasi,” ujar Fini.
“Untuk pengembangan usaha peternak sapi perah, para peternak termasuk yang terdepan untuk akses kredit bersubsidi, termasuk KUR. Pengembangan perluasan orientasi usaha, penguatan hilirisasi, asuransi bersubsidi dan yang sudah diakses secara mandiri,” tambah Fini.
Pakar Peternakan dan Industri Susu Tridjoko Wisnu Murti mengatakan pentingnya konsumsi susu dalam upaya mencetak generasi Indonesia maju di masa mendatang.
Menurutnya, sumber daya manusia (SDM) harus benar-benar diperhatikan agar tidak menjadi beban demografi di masa mendatang.
“Kalau menghadapi masyarakat 5.0 gizinya tidak cukup akan mempengaruhi kualitas manusianya.
Gizi kurang, mutu rendah nantinya akan menjadi beban demografi. Kalau gizinya cukup dan sehat, anak cerdas dan produktif, mutu SDM tinggi akan menjadi aset dan mengisi masa bonus demografi di masa yang akan datang," katanya.
Dibutuhkan sebuah program yang dapat mendorong konsumsi susu sejak dini, salah satunya dengan program minum susu untuk anak sekolah.
Menurutnya, sudah banyak dampak positif yang dihasilkan, bahkan 120 negara di dunia telah menjalankan program tersebut.
“Segeralah realisasi program minum susu untuk anak sekolah. Dampaknya banyak sekali. Melalui Hari Susu Nusantara ini mohon tidak berhenti dan hanya demonstrasi minum susu saja, tetapi benar-benar menjadi program semisal konsumsi susu dua kali dalam seminggu,” tambah Tridjoko.
Hal ini pun diamini oleh Fini Murfiani.
Dia mendukung untuk dilakukan reaktivasi Program Makanan Tambahan Untuk Anak Sekolah (PMTAS).
“Sangat mendukung peran pemerintah daerah untuk mengaktifkan kembali Program Makanan Tambahan untuk Anak Sekolah (PMTAS) untuk generasi mendatang yang lebih baik,” tutup Fini.