Soal RUU KUHP, LBH Jakarta Singgung Resolusi PBB
Pengacara Publik LBH Jakarta Teo Reffelsen turut menyinggung resolusi yang telah dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta merespon terkait pasal-pasal yang mengatur terkait profesi advokat dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU-KUHP).
Dalam tanggapannya, Pengacara Publik LBH Jakarta Teo Reffelsen turut menyinggung resolusi yang telah dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Resolusi itu, kata Teo, telah diadoptir oleh IBA (International Bar Association) di New York, pada September 1990 yang menjadi standar IBA dalam mengatur kemandirian dari Profesi Hukum.
"Di situ disebutkan, kebebasan profesi advokat dan hak asasi manusia perlu dilindungi, diatur secara eksplisit dalam bagian hak-hak dan tugas Advokat," kata Teo saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (7/6/2021).
Baca juga: Berpotensi Kriminalisasi Profesi Advokat, LBH Desak Pemerintah Hapus Pasal 281 dan 282 RUU KUHP
Lanjut, kata Teo, dalam standar IBA itu ada dua butir yang mengatur cara kerja serta hak dan tugas advokat.
Pada butir 8 standar IBA berbunyi, "Seorang advokat tidak boleh dihukum atau diancam hukuman baik itu hukum pidana, perdata, administratif, ekonomi, maupun sanksi atau intimidasi lain dalam pekerjaan membela dan memberi nasehat kepada klien dan kepentingan klien secara sah".
Selanjutnya pada butir 7 standar IBA berbunyi, "Seorang advokat tidak boleh disamakan atau diidentifikasikan sama dengan klien atau perbuatan yang menjadi tujuan klien, sekalipun perbuatan itu populer atau tidak populer".
Atas dasar itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai pasal 281 dan 282 yang terkandung dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU-KUHP) multitafsir.
Bahkan kata Teo, kedua pasal tersebut sangat berpotensi mengkriminalisasi profesi advokat.
"Kami berpendapat bahwa pasal 281 dan Pasal 282 R-KUHP sangat berpotensi mengkrimninalisasi advokat dalam menjalan kerja bantuan hukum, sehingga dapat mengakibatkan terlanggarnya Hak Pencari Keadilan (Justice seeker)," kata Teo saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin (7/6/2021).
Oleh karenanya, Teo mengatakan, pihaknya mendesak pemerintah untuk mengeluarkan atau menghapus pasal tersebut dari RUU-KUHP.
Sebab kata dia, fungsi dan tugas advokat yakni merupakan pembela Hak Asasi Manusia (HAM), tetapi dalam kedua pasal tersebut malah cenderung ingin mengkriminalisasi para advokat.
Seharusnya kata Teo, pemerintah memastikan perlindungan kepada advokat, bukan malah membuat pasal yang demikian.
"Kami mendesak sebaikanya Pasal-pasal tersebut dikeluarkan dari R-KUHP, oleh karena Advokat merupakan Pembela Hak Asasi Manusia sebaiknya Pemerintah memastikan perlindungan terhadap Advokat bukan membuar Pasal kriminalisasi di R-KUHP," tukasnya.