Kisah Unik Bung Karno, Lemparan Lima Granat Tak Mampu Membunuh Presiden di Cikini
Ir Soekarno dan Kartosuwiryo adalah dua sahabat di saat muda. Saat Indonesia merdeka, mereka bersilang jalan. Kartosuwiryo diesekusi mati.
Penulis: Febby Mahendra
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM - KARTOSUWIRYO, pemimpin pemberontakan Darul Islam (DI)/Tentara Islam Indonesia (TII), pada awalnya adalah sahabat Ir Soekarno, Presiden Pertama Republik Indonesia.
Mereka bersimpang jalan ketika Bung Karno memilih mempertahankan dasar negara Pancasila, sedangkan Kartosuwiryo ingin menerapkan asas agama Islam.
“Di tahun 1918 ia dalah seorang kawanku yang baik. Di tahun 1920-an di Bandung kami tinggal bersama, makan bersama, dan bermimpi bersama-sama. Tetapi ketika aku bergerak dengan landasan kebangsaan, dia berjuang semata-mata menurut asas agama Islam,” ujar Soekarno yang akrab di panggil Bung Karno, dalam buku ‘Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia’, karya Cindy Adams, Penerbit yayasan Bung Karno dan Penerbit Media Pressindo, Cetakan Keempat, 2014.
Pada 30 November 1957 Bung Karno nyaris kehilangan nyawa karena dilempari granat oleh anak buah Kartosuwiryo.
Ketika itu Bung karno sedang berjalan keluar meninggalkan acara malam amal di Perguruan Cikini, Jakarta, tempat dua anak Soekarno bersekolah.
Malam itu berlangsung keramaian. Ada hiasan balon, potongan kertas warna–warni, musik, nyanyian, lelang, dan pertunjukan singkat. Sekira 500 tamu serta para pengajar, anak-anak, dan ribuan penonton berdiri di tengah hujan, sekira pukul 18.55 WIB.
Baca juga: Bung Karno Ungkap Penyelundupan Besar-besaran Agar Pemerintah RI Tetap Survive
Pada saat itu Bung Karno turun dari lantai dua melalui tangga sempit.
Hati Bung Karno sedang berbunga-bunga, saat itu ia memainkan rambut seorang anak yang berjalan di sebelah kiri dan menggendong anak yang lain di sebelah kanan.
Bung Karno tengah dikerumuni anak-anak. Ketika sampai di luar, pintu mobil kepresidenan telah terbuka disusul isyarat kepergian Presiden. Komandan pasukan pengawal berteriak memberi aba-aba, “Hormat…!!!”
Dalam waktu sepersekian detik, saat orang-orang berhenti sejenak untuk melakukan penghormatan, sebuah granat meledak.
Dari sebelah kiri gedung dilemparkan sebuh granat lagi. Dari sebelah kanan menyusul yang lain.
Secara refleks Bung Karno bergerak untuk melindungi anak-anak.
Ia merunduk untuk menyembunyikan anak-anak ketika seorang pengawal mendorong Bung Karno ke bawah belakang mobil.
Baca juga: FOTO Kebersamaan Prabowo dan Megawati saat Resmikan Patung Soekarno Menunggang Kuda
“Aku menggunakannya sebagai perisai sampai sebuah granat yang dilemparkan dari jarak lima meter menembus mesin, menghancurkan kaca depan, merobek bagian dalam mobil menjadi serpihan dan meledakkan dua ban,” kata Bung Karno.
Granat keempat dilemparkan dari seberang jalan meremukkan sisi lain mobil. Anak-anak berteriak dan lari ketakutan masuk gedung sekolah.
Tamu-tamu bergulingan ke bawah mobil atau masuk ke selokan. Puluhan orang kena serpihan granat. Ratusan terbanting ke tanah.
“Kulihat kekuatan ledakan melemparkan seorang inspektur polisi ke sebuah tiang. Darah berserakan. Ajudanku Mayor Sudarto, menarik tanganku dan kami lari pontang panting menyeberangi jalan,” kenang Bung Karno.
Baca juga: Bung Karno Ungkap Penyelundupan Besar-besaran Agar Pemerintah RI Tetap Survive
Percobaan pembunuhan lainnya
Kisah unik lainnya tentang Presiden I RI Soekarno. Dalam kondisi gelap dan dilanda kepanikan, Bung Karno tidak dapat melihat jalan secara jelas. Tak pelak ia terjatuh ke tanah.
Sang ajudan mengangkat badan Soekarno, mendekap erat-erat dan membawanya ke sebuah rumah. Ledakan granat yang kelima mengenai kaki sang ajudan dan merobek paha perwira lain yang melindungi Bung Karno menggunakan tubuhnya.
Rumah yang dimasuki Bung Karno ternyata milik seorang Belanda. Bung Karno memilih pindah ke rumah lain agar manakala meninggal akibat serangan itu tidak menghembuskan nafas terakhir di wilayah Belanda.
Dalam beberapa menit kemudian satuan polisi dan tentara sudah berada di lokasi kejadian. Menyusul kemudian sebuah ambulans. Rumah sakit darurat langsung didirikan di sekolah itu.
Baca juga: Filosofi Peci Hitam Bung Karno dan Simbol Perlawanan Rakyat Kecil
Sebanyak 48 anak-anak menderita luka parah, beberapa orang menderita cacat seumur hidup. Pada pukul 22.00 kendaraan cadangan membawa Presiden kembali ke Istana.
Satu jam kemudian Soekarno berada di depan corong radio untuk menenangkan rakyat dan meyakinkan mereka.
“Berkat berkat perlindungan Tuhan aku masih hidup dan tidak luka sedikitpun,” kata Bung Karno.
Menjelang tengah malam, para pelaku pelemparan granat dapat diringkus. Dalam waktu 24 jam petugas intelijen telah menangkap keempat teroris pelaku penyerangan.
“Aku memikirkan korban-korban tidak berdosa yang telah dikuburkan di dalam tanah. Aku memikirkan sembilan anak-anak dan seorang perempuan hamil yang kulihat sendiri tersungkur tidak bernyawa di kakiku,” kata Bung Karno.
Karena itulah Presiden Soekarno kemudian menandatangani berisi eksekusi hukuman mati terhadap Kartosuwiryo.
“Di tahun 1963 Kartosuwiryo ditembak mati di depan regu tembak. Itu bukan suatu tindakan untuk memenuhi kepuasan hati. Itu tindakan untuk menegakkan keadilan,” tambah Soekarno mengenai eksekusi hukuman mati terhadap tokoh DI/TII itu.
Pada 9 Maret 1960 percobaan pembunuhan kembali dialami Soekarno.
Ketika itu ia sedang berada di Istana dan karena beberapa alasan tidak duduk di tempat biasanya.
Sebuah pesawat udara yang terbang rendah menjatuhkan bom tepat di lokasi Bung Karno biasa duduk.
“Tuhan telah menggerakkan tangan-Nya untuk melindungiku,” ujar Bung Karno.
Teror tidak berhenti. Bertepatan dengan peringatan Idul Adha, 1962, ketika Bung Karno dan orang-orang lainnya sedang salat di lapangan rumput depan Istana Merdeka, tiba-tiba seorang muncul dan melepaskan tembakan bertubi-tubi. (*)
*Dikutip dari buku ‘Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia’, karya Cindy Adams, Penerbit yayasan Bung Karno dan Penerbit Media Pressindo, Cetakan Keempat, 2014.
Baca juga: Prajurit Kopassus Sintong Panjaitan Dikepung Warga Lembah X Pegunungan Jaya Wijaya Papua