DPR Dukung Pasal Penghinaan Presiden di RKHUP, Demokrat Singgung soal Kasus 'Kerbau' SBY
Pasal penghinaan presiden dalam draf RKUHP kembali menjadi polemik belakangan ini.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasal penghinaan presiden dalam draf RKUHP kembali menjadi polemik belakangan ini.
Aturan tersebut membuka kemungkinan menjerat orang yang menyerang harkat serta martabat presiden dan wakil presiden melalui media sosial dengan pidana penjara selama 4,5 tahun atau denda paling banyak Rp200 juta.
Menanggapi polemik pasal penghinaan presiden dan wakil presiden yang tercantum dalam draf Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly akhirnya buka suara.
Baca juga: Arsul Sani: Wajar Jika RUU KUHP Atur Pasal Penghinaan Presiden, Asal Tak Tabrak Putusan MK
Ia menjelaskan pasal itu bertujuan mempidanakan pihak-pihak yang menyerang harkat dan martabat presiden secara personal, bukan pihak yang mengkritik presiden.
"Mengkritik presiden itu sah, kritik kebijakan sehebat-hebatnya kritik. Bila tidak puas pun ada mekanisme konstitusi. Tapi once you get in personal, sekali soal personal yang kadang-kadang dimunculkan. Presiden kita dituduh secara personal dengan segala macam isu," kata Yasonna dalam rapat bersama Komisi III DPR RI di gedung parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (9/6/2021).
Baca juga: Legislator Demokrat Sebut Perubahan Sikap Mahfud MD terkait Pasal Penghinaan Presiden
Yasonna mengatakan bahwa hukuman pidana bagi penghina presiden dan wakil presiden penting untuk melindungi presiden setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Seperti tadi Pak Benny (Benny K Harman, anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat) sampaikan, Pak Benny tahu kan presiden kita (Jokowi) dituduh secara personal dengan segala macam isu. Itu dia tenang-tenang aja, dia bilang kepada saya, 'Saya nggak ada masalah dengan pasal ini'. Tapi, apa kita biarkan presiden yang akan datang digituin?" kata Yasonna di depan para anggota DPR.
Yasonna lantas menyebut satu di antara para anggota DPR bisa menjadi presiden di masa depan. Lalu, Yasonna menyinggung pimpinan partai dari anggota DPR Fraksi Gerindra Habiburokhman, yang mungkin menjadi presiden.
"Mungkin salah satu di antara kita ini, Pak Adies Kadir, jadi presiden atau siapa atau siapa, atau bosnya Pak Habiburokhman, atau siapa, kita biarkan (penghinaan) itu?" ucap Yasonna.
Yasonna juga bercanda dengan menyinggung bos partai Benny K Harman yang masih lama menjadi presiden. "Kalau bosnya Pak Benny masih lama barangkali," kelakar Yasonna. "Ha-ha-ha...," tawa para peserta rapat.
Meski demikian, Yasonna kemudian langsung mengatakan ucapannya itu hanya sebagai candaan.
"Misalnya, misalnya, contoh, ya kan, masih muda. Bercanda, bercanda, bercanda, jadi ya," ucap Yasonna.
Kasus Kerbau