NasDem Ingatkan Dampak Sosial Ekonomi Rakyat Soal Aturan Sembako Kena PPN
Pemerintah berencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari sebelumnya 10 persen menjadi 12 persen pada produk sembako.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah berencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari sebelumnya 10 persen menjadi 12 persen pada produk sembako.
Wacana ini tertuang dalam draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang beredar.
Isu tersebut langsung memicu reaksi keras dari berbagai kalangan.
Dalam situasi pandemi Covid-19 yang berimbas kepada krisis ekonomi, tentunya sangat menyinggung rasa keadilan masyarakat.
Terlebih sejak Maret 2021 ini, pemerintah memberlakukan diskon PPnBM untuk mobil baru. Harga mobil pun semakin murah. Bahkan ada yang turun hingga Rp65 juta.
Menanggapi hal itu, Ketua Koordinator Bidang Kebijakan Publik dan Isu Strategis DPP Partai NasDem Suyoto mengatakan, sepatutnya pemerintah berhati-hati memotivasi dampak bagi publik terutama masyarakat yang ekonominya menengah ke bawah.
"Apalagi di situasi tekanan ekonomi akibat Covid-19 seperti saat ini, tentu berat," kata Suyoto dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/6/2021).
Menurut mantan Bupati Bojonegoro itu, jangan sampai pendapatan pemerintah tidak sebanding dengan ongkos sosial ekonomi yang dikeluarkan oleh rakyat.
"Singkat kata, jangan sampai prestasi menaikkan rasio pajak dengan produk nasional bruto (GNP) dan produk domestik regional bruto (PDRB) harus dibayar dengan ongkos sosial yang mahal. Dan mengancam pertumbuhan yang sangat panjang," tukasnya.
Baca juga: DPR Minta Pemerintah Tinjau Ulang Wacana Pajak Sembako
Suyoto menyatakan, yang paling utama untuk memutar perekonomian adalah bagaimana over liquid perbankan bisa secepatnya diputar menjadi pertumbuhan ekonomi. Bukan hanya untuk membeli surat utang negara.
"Saya percaya, sektor ekonomi yang green (hijau), yang positif, masih bisa tumbuh. Sektor pertanian, sektor IT, sektor pangan, perkebunan, itu bisa digenjot. Mereka perlu darah segar berupa kredit agar perputaran makin cepat," jelasnya.
"Sangat logis jika ekonomi bergerak, pendapatan negara pasti akan bertambah," pungkas Suyoto.