Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mochtar Kusuma-atmadja Menyingkir ke AS Seusai Dituduh Menghina Bung Karno

Pakar hukum internasional Prof Dr Mochtar Kusuma-atmadja pernah terlempar dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Hukum Unpad di era Bung Karno.

Penulis: Febby Mahendra
Editor: cecep burdansyah
zoom-in Mochtar Kusuma-atmadja Menyingkir ke AS Seusai Dituduh Menghina Bung Karno
Twitter @Kemlu_RI
Mantan Menlu Mochtar Kusumaatmadja meninggal dunia, Minggu (6/6/2021). Pada era Bung Karno pernah berjasa dalam nasinalisasi perusahaan Belanda, tapi kemudian ia terdepak dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Hukum Unpad gara-gara mengkritik gaya kepemimpinan Soekarno. 

TRIBUNNEWS.COM - PROFESOR Dr Mochtar Kusuma-atmadja SH, pakar hukum laut pertama di Indonesia dan mantan Menteri Luar Negeri RI di era Presiden Soeharto, berpulang pada Minggu (6/6/2021) , di usia 92 tahun.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, tersebut punya kisah unik ketika menjabat sebagai Dekan Fakultas Hukum di perguruan tinggi di Kota Bandung itu.

Mendadak Mochtar dipecat  dari jabatannya, terancam dijaring perkara pidana, dan harus ‘mengungsi’ ke Amerika Serikat (AS) karena dinilai menyerang Presiden Soekarno.

Pria kelahiran Jakarta, 17 April 1929 tersebut diangkat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) pada 1962 ketika masih berusia 33 tahun.

Setahun sebelumnya (1962) ia berhasil memperoleh gelar doktor di Unpad dengan predikat cum laude. Ketika itu sangat jarang orang memperoleh gelar doktor pada usia 30-an.

Ketika Roeslan Abdulgani sebagai menteri koordinator berceramah di Unpad, Mochtar memberi penilaian yang oleh sejumlah pihak dianggap sebagai ejekan terhadap pemerintah.

Mochtar dikatakan berani menyindir Presiden Soekarno (Bung Karno), Pemimpin Besar Revolusi, sebagai kurang berpengalaman dalam politik luar negeri, kalah dengan Nehru (Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru).

Berita Rekomendasi

Mochtar juga menyebut Bung Karno seorang sosialis musiman. Tak pelak pernyataan Mochtar yang cukup tajam itu dipelintir dan dimanfaatkan oleh orang-orang yang iri kepada dirinya.

Organisasi kemahasiswaan yang berafilisi kepada PKI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dan Gerakan Mahasiswa Indonesia (Germindo) melakukan demostrasi terhadap Mochtar pada 25 dan 30 Oktober 1962.

Mereka melancarkan tuduhan Mochtar Kusuma-atmadja telah memfitnah pemerintah dan pimpinan nasional.

Oleh karena itu Mochtar dituding sebagai tokoh anti-Manipol dan anti-Demokrasi Terpimpin yang pada saat itu digulirkan Bung Karno.

Sebaliknya, para mahasiswa anti-komunis seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) melancarkan aksi balasan untuk membela sang dekan.

Mereka mengadakan aksi corat-coret di ruang-ruang kuliah untuk menyerang balik mahasiswa pro-pemerintah.

Para mahasiwa anti-komunis itu kemudian melayangkan surat kepada Bung Karno yang pada saat itu sedang melakukan lawatan ke Jepang. Namun balasan Bung Karno justru mengejutkan para mahasiswa anti-komunis.

“Menurut laporan dari berbagai pihak, Mochtar Kusumaatmadja dalam sikap dan kuliahnya telah melakukan sesuatu yang seharusnya tidak boleh diperbuat.”

Selanjutnya datang Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan, Tojib Hadiwijaya, bertanggal 6 November 1962, isinya memberhentikan Mochtar sebagai Lektor Kepala merangkap Dekan Fakultas Hukum Unpad.

Baca juga: Terjebak Kudeta, 200 Pengawal Bung Karno Sebulan Jadi Tahanan di Aljazair

Istri menangis sepanjang malam

Jaksa Tinggi Priyatna Abdurrasyid menceritakan, pada 1963 Presiden Soekarno memerintahkan Jaksa Agung Soethardio, Jaksa Agung Muda Soenarjo, dan Priyatna, untuk melakukan penahanan terhadap Mochtar. Tuduhannya menghina Bung Karno.

“Kami tidak pernah menahan Mochtar, hanya melakukan pemeriksaan saksi-saksi yang dapat membuktikan Mochtar telah difitnah PKI (melalui Dr Utrecht, dosen, dan mahasiswa PKI di Fakultas Hukum Unpad),” ujar Priyatna dalam buku ‘Mochtar Kusuma-atmadja: Pendidik & Negarawan’ seperti dikutip dalam buku ‘Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusuma-atmadja’, disusun Nina Pane, Penerbit Buku Kompas, Februari 2015.   

Meski tidak ditemukan bukti untuk menguatkan tuduhan, Mochtar terpaksa mengungsi ke Amerika Serikat bersama keluarganya. Setelah puluhan tahun berlalu Priyatna masih menyimpan berita acara yang memeriksa para saksi perkara tersebut.

Ada juga kesimpulan berupa rumusan yang dibuat oleh panitia perumus yang menyebut tujuh diktat hukum internasional yang dibuat Mochtar, dari tahun kuliah 1961-1962 tidak ada satu pun yang memuat penghinaan atas diri Presiden Soekarno ataupun yang bersifat anti-Manipol/Pancasila.

Ny Siti Hadidjah, akrab dipangil Ida, istri Mochtar, sangat syok menerima kenyataan suaminya diberhentikan oleh pemerintah. Suatu malam, Ida dalam keadaan tertekan dan menangis tak henti-hentinya.

Melihat kondisi itu Mochtar membuka jendela dan menunjuk kios rokok di depan rumahnya. “Lihat itu, tukang rokok saja bisa hidup, masak kita tidak,” ujar Mochtar berupaya menghibur sang istri.

Namun Ida telanjur terpukul dan tetap menangis sepanjang malam. Setelah kejadian itu Ida  seperti mengidap trauma terhadap gaya bicara Mochtar.

Ia kemudian mengawasi secara ketat perkataan-perkataan suaminya yang sering ceplas-ceplos dan tanpa tedeng aling-aling. Mochtar kemudian menjadi lebih tertutup (introvert), dan tidak seceria sebelumnya. 

Sarwono Kusumaatmaja, adik kandung Mochtar yang juga mantan Sekjen Golkar, menjernihkan posisi sang kakak pada waktu itu, terutama tuduhan anti-PKI.

Menurut Sarwono, sejak muda di Gang Sentiong, Jakarta, Mochtar tidak menyukai politik praktis.

“Ia ilmuwan sejati yang hanya memfokuskan pada ilmu pengetahuan. Hanya saja ia mempunyai sikap yang tegas dan keras terhadap hal-hal yang menurutnya tidak masuk akal atau merupakan ketololan luar biasa,” ujar Sarwono.

Menurut Sarwono, kakaknya juga mengecam orang-orang yang ekstrim terhadap agama, termasuk ekstrim Sunda.

Sedang Prof Dr Juwono Sudarsono, saudara sepupu Mochtar, terakhir menjabat sebagai Menteri Pertahanan Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009), mengungkapkan kritik Mochtar soal politik bebas aktif Bung Karno.

“Salah satu kritik yang membuat Bung Karno berang adalah mengenai politik luar negeri yang berada di tengah-tengah (bebas aktif), menurut Mochtar membuat Indonesia selalu berbenturan dengan semua negara besar, “ujar Juwono Sudarsono. (*)

*Dikutip dalam buku ‘Rekam Jejak Kebangsaan Mochtar Kusuma-atmadja’, disusun Nina Pane, Penerbit Buku Kompas, Februari 2015.  

Baca juga: Orang Gila Masuk ke Pesawat Kepresidenan Bung Karno di Bandara Manila

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas