Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Profil Egy Massadiah, Multi-talent yang Berangkat dari Karier Jurnalistik

Egy lahir dari orang tua suku Bugis, Sengkang Wajo. Jiwa petualang, semangat merantau yang mereka sebut sompe’, melandasi setiap gerak, langkah, dan t

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Profil Egy Massadiah, Multi-talent yang Berangkat dari Karier Jurnalistik
Ist
Egy Massadiah 

Menjadi sopir, kuli panggung, kenek tukang batu, pembantu rumah tangga, sampai pengamen jalanan.

Tekadnya menaklukkan Jakarta begitu bergelora. Pantang pulang sebelum jadi “orang”.

Egy Massadiah semasa kecilnya.
Egy Massadiah semasa kecilnya.

Karenanya, apa pun jenis pekerjaan disadarinya sebagai batu loncatan untuk menggapai mimpi yang telah ia gantungkan tinggi-tinggi di langit sana.

"Prinsipnya, jangan umbar kepedihan dan kepahitan hidupnya saat kamu sedang dan masih berjuang. Nanti saja setelah kamu melewati semua itu," ujarnya.

Biduk hidup mulai menuju jalur yang sesuai dengan suara hatinya, justru ketika ia menekuni dunia teater.

Sempat bergabung dengan beberapa grup teater seperti Adinda dan Belinda (Yose Marutha Effendi - Renny Dajoesman), akhirnya Egy tertambat di Teater Mandiri yang didedengkoti Putu Wijaya pada tahun 1983.

Egy menunjukkan totalitasnya di Teater Mandiri. Aneka pekerjaan produksi teater dan peran pernah ia lakoni.

Berita Rekomendasi

Filosofi Teater Mandiri - "Bertolak dari yang ada", ia camkam sebagai pedoman dalam jiwa dan batinnya.

Sebagai “cantrik” yang baik, Egy senantiasa haus ilmu. Semua diskusi yang menyerempet lintas bidang, mulai dari budaya, sosial, sampai politik, dan nilai-nilai kehidupan ia ikuti di sanggar Teater Mandiri.

Putu Wijaya yang penulis produktif pun coba ditirunya. Egy belajar dan berlatih menulis. Menulis sastra, opini, hingga reportase jurnalistik.

Panggung Jurnalistik

Syahdan, Egy nyemplung di panggung non drama. Ia merintis karier sebagai penulis lepas di sejumlah suratkabar antara tahun 1987-1994.

Nasib penulis lepas, tak ubahnya nasib seorang pelukis. Ia berkarya, melempar ke pasar, dan berharap ada yang beli.

Begitu pula Egy. Ia memeras ide dan menuangkannya dengan larikan kalimat. Alinea-demi-alinea dialirkan menjadi sebuah narasi bernas.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas