Membandingkan Vonis Jaksa Pinangki yang Didiskon 6 Tahun dengan Kasus Angelina Sondakh & Baiq Nuril
Vonis hakim di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari dinilai telah mencederai rasa keadilan masyarakat.
Editor: Malvyandie Haryadi
"Rata-rata hukuman koruptor sepanjang tahun 2020 hanya 3 tahun 1 bulan penjara."
"Dengan kondisi ini, maka semestinya para koruptor layak untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Mahkamah Agung," ucapnya.
Atas putusan PT DKI tersebut, ICW mendorong Kejaksaan Agung mengajukan kasasi.
Langkah tersebut dilakukan untuk membuka kesempatan Pinangki dihukum lebih berat.
"Selain itu, Ketua Mahkamah Agung harus selektif dan mengawasi proses kasasi tersebut."
"Sebab, ICW meyakini, jika tidak ada pengawasan, bukan tidak mungkin hukuman Pinangki dikurangi kembali, bahkan bisa dibebaskan," paparnya.
Dalam kesempatan ini, ICW menagih janji Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan supervisi atas perkara tersebut.
KPK diketahui pernah mengeluarkan surat perintah supervisi terkait skandal Djoko Tjandra.
Namun, sepertinya kebijakan itu hanya sekadar lip service.
"Alih-alih menjadi agenda prioritas, pimpinan KPK malah sibuk untuk menyingkirkan sejumlah pegawai dengan Tes Wawasan Kebangsaan yang penuh dengan kontroversi itu," ujarnya.
Apalagi, ICW menilai terdapat sejumlah kelompok yang belum diusut oleh Kejaksaan Agung, salah satunya klaster penegak hukum.
Kurnia menyatakan, mustahil Pinangki bergerak sendiri dan melakukan kejahatan bersama dengan buronan Djoko Tjandra.
"Terdapat sejumlah pertanyaan sederhana yang belum terkuak sepanjang proses hukum skandal Joko Tjandra sejauh ini."
"Seperti, bagaimana mungkin Joko Tjandra dapat percaya begitu saja dengan jaksa yang tidak menduduki jabatan strategis seperti Pinangki?"