Perekonomian Masyarakat Sumatera Terganggu Akibat Dampak Perubahan Iklim
Kepala Seksi Perubahan Iklim Balai PPIKHL Sumatera, Syamsuddin mengatakan perubahan iklim kian terasa di wilayah Sumatera saat ini.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Seksi Perubahan Iklim Balai PPIKHL Sumatera, Syamsuddin mengatakan perubahan iklim kian terasa di wilayah Sumatera saat ini.
Perubahan iklim di Sumatera dimulai dari kenaikan muka air laut hingga cuaca ekstrem yang lambat laun mulai terasa mempengaruhi ekonomi masyarakat di Pulau Sumatera.
"Memang sekarang di wilayah Sumatera seperti kebanyakan di daerah lain di Indonesia memang sudah mengalami dampak perubahan iklim, terasa," kata Syamsuddin di webinar terkait Kampung Iklim, Kamis (17/6/2021).
Syamsuddin mengatakan kenaikan permukaan air laut, khususnya di pantai timur Sumatera menyebabkan terjadinya abrasi berupa berubahnya posisi garis pantai yang berakibat berubahnya ekosistem gambut.
Padahal di pantai timur Sumatera didominasi pantai berlumut yang merupakan habitat dari ekosistem gambut dan satwa liar seperti ikan, burung-burung, dan mamalia.
Baca juga: Banyuwangi Bisa Jadi Kota yang Paling Siap Hadapi Perubahan Iklim
"Ekosistem gambut yang berfungsi sebagai habitat ikan dan penahan gelombang pasang dan tsunami juga terganggu," ujarnya.
Syamsuddin mengatakan, selain berdampak pada keanekaragaman hayati, perubahan iklim juga berdampak pada perekonomian di wilayah Sumatera dan berdampak pada perekonomian nelayan pesisir.
Fenomena la nina dan el nino di wilayah Sumatera khususnya di daerah khatulistiwa menyebabkan terjadinya fenomena cuaca yang sangat ekstrim dan rentan terjadi kebakaran hutan.
Baca juga: Puan Maharani Ingatkan Forkopimda untuk Menjaga Iklim Kondusif dan Pulihkan Ekonomi Warga
"Bahkan terjadi 2 musim kering di sumatera, yakni diawal tahun. Bulan Februari-April dan Agustus-Oktober.
Syamsuddin mengatakan fenomena ini sangat berpengaruh pada hasil panen petani
Dampak perubahan iklim juga dirasakan di daerah perbukitan di bagian barat Sumatera saat fenomena la nina atau musim basah dan hujan intensitas tinggai yang menyebabkan terjadinya longsor di dataran tinggi dan banjir di daerah dataran rendah.
Baca juga: KSP: Pemerintah RI Serius Tangani Isu Perubahan Iklim
"Hal ini berdampak pada perekonomian masyarakat, seperti itu yang sudah dirasakan," ujar Syamsuddin.
Ia mengatakan pada dasarnya masyarakat Sumatera sudah merasakan dan mencoba mencari tahu untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan.
Menurut Syamsuddin, memang penting bagi masyarakat mengerti dampak perubahan iklim karena berkaitan mitigasi bencana.
"Perubahan iklim menimbulkan resiko yang signifikan, namun jika ada manajemen resiko yang baik dampak terburuk bisa dihindari," ujarnya.
Untuk itu, KLHK lewat Ditjen PPI menyelenggarakan program Kampung Iklim, yang tujuannya untuk merubah gaya hidup berkelanjutan bagi masyarakat.
Program ini juga sebagai salah satu solusi pengendalian perubahan iklim di tingkat tapak.
"Penduduk pedesaan, perkotaan, maupun pesisir Indonesia akan merasakan dampak, sehingga diperlukan perencanaan dan adaptasi untuk membatasi resiko yang terjadi di masa yang akan datang," ujar Syamsuddin.