Dirjen Kemenlu Abdul Kadir: Jokowi Enggan Berhubungan dengan Israel Sampai Palestina Merdeka
Sampai saat ini, konflik Israel-Palestina terus berlanjut lantaran empat isu krusial yang tak kunjung selesai.
Editor: Dewi Agustina
Bantuan Indonesia diperkirakan jatuh pada kelompok Hamas. Apa ini menjadi perhatian Kemenlu?
Saya ingin meluruskan, tidak benar bila Hamas berideologi Syiah walau memiliki kedekatan dengan Iran. Kedua, apakah Hamas secara internasional diakui sebagai organisasi terorisme? tidak.
Di PBB, walau Amerika Serikat dan Israel berusaha memasukkan Hamas sebagai organisasi teroris, kenyataannya Hamas bukan dianggap sebagai organisasi teroris di PBB.
Hamas dianggap menjadi organisasi teroris oleh beberapa negara barat, terutama Amerika Serikat.
Mengenai sumbangan-sumbangan, seperti saya sampaikan, walau menerima laporan dan memonitor semuanya, kita tidak tahu persis apakah ini diberikan pada Hamas atau tidak.
Namun perlu saya jelaskan di sini bahwa posisi Indonesia di sini netral, termasuk dalam perseteruan antara Hamas dengan Fatah.
Kita mendorong, bahkan Ibu Menteri Luar Negeri secara khusus menggarisbawahi pentingnya persatuan di antara Palestina.
Di mana pembicaraan perdamaian internal antara Hamas dengan Fatah, merupakan langkah terpenting yang perlu diambil Palestina.
Menurut bapak Hamas tidak menganut aliran Syiah?
Hamas bukan organisasi seperti itu. Terlepas anggota per orangnya beragama apa saya tidak tahu persis. Tapi secara institusi, menurut saya, Hamas bukan beraliran Syiah.
Bahkan secara keorganisasian Hamas cukup dekat dengan Ikhwanul muslimin di Mesir. Meskipun bisa jadi individunya beraliran Syiah, saya tidak tahu persis. Namun umumnya sebagian besar orang Palestina bukan Syiah.
Bagaimana nasib WNI yang sempat bergabung dengan kelompok teroris ISIS saat ini?
Kita mendapatkan beberapa laporan, bahkan kita memiliki misi untuk menarik beberapa orang tertentu. Mereka yang dulu terdampar di Suriah itu motivasinya bermacam-macam.
Meskipun sebagian besar memang ada yang terlibat ISIS. Yang terlibat kegiatan-kegiatan terorisme ISIS, pemerintah sudah melakukan tuntutan hukumnya.
Namun kendala utama yang dihadapi adalah pembuktian, karena semua barang bukti ada di Suriah. Persoalannya adalah bagaimana kita bisa membuktikan bahwa yang bersangkutan benar-benar terlibat gerakan terorisme.
KUHP kita menganut prinsip nasional aktif, di mana hukum kita bisa berlaku di laur negeri. Apabila dilakukan oleh WNI.
Saya rasa secara legal kita bisa menerapkan hukum bagi WNI anggota ISIS yang melakukan terorisme. Tapi tantangan yang dihadapi adalah masalah pembuktian.
Hasil pantauan Kemenlu, berapa jumlah WNI di Suriah yang sempat bergabung dengan ISIS?
Saya tidak tahu persis. Hanya saja cukup banyak. Yang pasti, siapapun, prinsip dari pemerintah Indonesia, semua WNI yang meminta pertolongan pada kita akan kita bantu.
Entah anaknya, istrinya, dan segala macam. Mereka motivasinya kadang-kadang dijanjikan uang, dan motivasi lainnya.
Tapi sebagian ada juga yang tidak mau berkomunikasi dengan pemerintah. Umumnya WNI yang bergabung dengan ISIS tidak menghubungi kita. Yang menghubungi kita yang umumnya lurus-lurus saja, yang mungkin hanya terjebak.
Mungkin tidak mereka ini kembali lagi ke Indonesia, karena paspor sudah dibakar dan sebagainya?
Sepanjang menurut hukum kita mereka ini masih WNI, maka mereka dapat pulang. Persoalannya apa mereka nanti akan dipidana atau tidak, itu persoalan lain.
Tapi mereka sebagai WNI memiliki hak konstitusional, tentunya harus dihormati. Namun yang menjadi masalah, apakah mereka itu masih WNI.
Baca juga: POPULER Internasional: Wanita Palestina Ditembak Mati | Raja Malaysia Serukan Kembalinya Parlemen
Banyak perdebatan yang mengatakan, dengan mereka ikut serta ke ISIS, maka dia telah ikut serta dalam kegiatan militer.
Undang-undang di negara kita mengatakan, seseorang yang bergabung dengan angkatan bersenjata asing, akan kehilangan kewarganegaraannya. Apakah pasal ini dapat diterapkan? Itu yang pertama.
Apakah mereka bisa pulang? bisa saja. Kalau mereka kehilangan paspor, mereka harus menghubungi kedutaan kita untuk mendapat SPLT. Ada koordinasi Kemenlu dengan BNPT?
Sangat dekat koordinasi dengan BNPT. Justru urusan Suriah ini, kita berurusan dengan BNPT, dengan BIN juga. Termasuk kalau ada yang pulang wajib mengikuti program deradikalisasi.
Koordinasi kita sangat dekat sekali.
Penguasaan Israel berganti, jadi Perdana Menteri Benyamin Netanyahu menjadi Naftali Bennet. Apa pengaruhnya terhadap Indonesia?
Buat Indonesia sendiri mungkin tidak ada pengaruh signifikan. Salah satu yang perlu kita antisipasi adalah, kemungkinan semakin kerasnya sikap dari pemerintah Israel saat ini.
Kita mengetahui bahwa koalisi sekarang ini koalisi Nasional sayap kanan dan kelompok religius. Kebijakan mereka terutama dalam konteks pembangunan pemukiman Yahudi sangat keras sekali.
Dan kita mengkhawatirkan justru jurang perbedaan antara Israel dan Palestina akan menjadi semakin lebar.
Padahal kita ketahui posisi pemerintah saat ini adalah kita mengharapkan proses perdamaian antara Israel-Palestina dapat segera dimulai kembali, karena telah berhenti dalam beberapa tahun terakhir.
Baca juga: Upaya Diplomasi Konflik Palestina-Israel, Kemlu RI Manfaatkan Teknologi Digital
Kita mengharapkan hal ini dapat dinyalakan kembali, tentunya untuk mewujudkan itu, itu bukan hal mudah. Karena saya tidak tahu posisi terakhir dari pemerintah Bennet yang baru terbentuk ini.
Apalagi mereka ini kabinet koalisi, di mana perdana menteri dalam dua tahun akan diganti, dua tahun lagi dari kelompok agama yang akan naik.
Perlu tidak kita menjalin hubungan dengan pemerintahan baru Israel?
Persoalan ini sudah terlampau sering disampaikan ke kita. Bahkan beberapa bulan lalu banyak pihak yang berpandangan bahwa Indonesia perlu melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.
Dalam hal ini Presiden Jokowi telah bersikap tegas sekali.
Pada 16 Desember, saat menghubungi pemerintah Palestina, Pak Jokowi mengatakan bahwa, terlepas dari dinamika di Timur Tengah, Indonesia tidak akan pernah melakukan normalisasi dengan Israel sampai terwujudnya kemerdekaan Palestina berdasarkan perdamaian yang komprehensif.
Oleh karenanya, buat kita yang terpenting adalah kedua pihak dapat berdamai. Apabila kita ingin mendukung rakyat Palestina, maka kita harus bersikap seperti itu.
Sikap yang lebih berkompromi, justru akan melunakkan, dan memperkuat posisi Israel dalam proses perundingan.
Dalam proses perundingan sekarang ini berjalan sangat tidak simetris. Oleh karenanya kita mengharapkan, memberikan dukungan konkret kepada Palestina, dapat mewujudkan perdamaian dan perundingan yang cukup fair.
Sehingga ada perdamaian yang berdasarkan parameter yang diterima masyarakat internasional, parameter adalah mengenai masalah ibu kota.
Yerusalem sebagai ibu kota, kemudian batas negaranya, mengikuti batas sebelum tahun 1967.
Ketiga mengenai masalah pemukiman Yahudi, keempat yang lebih sulit, adalah hak rakyat Palestina untuk kembali ke rumah dan tanahnya yang telah diambil oleh Israel selama ini.
Keempat isu ini yang paling fundamental, apabila keempat isu ini dapat diselesaikan, dapat terwujud perdamaian.
Perlu jalin hubungan dengan Israel tidak menurut Anda pribadi?
Terus terang kita belum pernah terpikirkan hal itu. (tribun network/lucius genik)