Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ketua Banggar DPR Sebut Polemik PPN dalam RUU KUP Cenderung Aneh dan Multitafsir

Polemik seputar rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga kini belum juga surut

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Sanusi
zoom-in Ketua Banggar DPR Sebut Polemik PPN dalam RUU KUP Cenderung Aneh dan Multitafsir
ist
Ketua Banggar DPR HM Said Abdullah 

Namun demikian, kalaupun itu benar dilakukan maka DPR akan memaksa pemerintah memberikan stimulus ke masyarakat lapisan bawah.

Berdasarkan strukturnya, komposisi masyarakat Indonesia terdiri dari 40% masyarakat kelas bawah, 40% masyarakat kelas menengah dan 20% masyarakat kelas atas.

"Nah, yang ramai komentar soal PPN ini kan 40% kelas menengah dan 20% kelas atas. Yang kelas bahwa mereka diam. Tetapi, jangan karena tidak tau apa-apa, kita tidak melakukan pembelaan. Itu kan tidak boleh," terangnya.

Said mengaku banyak yang mengkritisi wacana kenaikan PPN ini.

Kekinian, bleid ini dipersoalkan lantaran dirancang ditengah pandemi covid-19 melanda Indonesia.

Akan tetapi tegas Said, ini bukan soal pendemi atau bukan.

Tetapi, justru disaat pandemi ini, pemerintah menata sistem perpajakan nasional melalui reformasi perpajakan.

Berita Rekomendasi

Sehingga saat pandemi covid-19 ini lewat, bangsa ini mempunyai sistem perpajakan yang ajeg.

"Karena kita ingin punya modalitas kekuatan fiskal yang berkelanjutan. Kalau tidak ditata mulai sekarang dengan alasan pandemi kapan lagi waktu kita," ucapnya.

Untuk itu, Said memastikan proses pembahasan RUU KUP ini dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan semua stakeholder agar memiliki resonansi yang sama.

"Bahwa, revisi ini bukan semata-mata untuk menutup lobang fiskal ataupun menambah pendapatan negara. Tetapi bagaimana fiskal kita berkelanjutan," sergahnya.

Lebih jauh, Ketua DPP PDI Perjuangan ini mengaku nuansa berkeadilan hilang dari narasi perpajakan selama ini.

Revisi perpajakan, tutur dia, tidak hanya mencakup PPN, tapi juga pajak lainnya seperti pajak penghasilan atau PPh Badan, PPh Perdagangan Melalui Sistem Elekronik (PMSE), PPh Orang Pribadi dan Carbon Tax.

"Sebagai contoh, bayangkan saja, di PPh Badan kita, ada 5000 lebih perusahaan menengah atas. Selama 5 tahun bahkan 10 tahun eksis terus, tetapi selalu mengaku rugi," jelasnya.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas