Menakar Efektivitas PPKM Mikro di Tengah Keterisian RS di Pulau Jawa yang Mulai Mengkhawatirkan
Menakar efektivitas PPKM Mikro di tengah keterisian RS di Pulau Jawa yang mulai mengkhawatirkan.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Arif Fajar Nasucha
Apabila masyarakat mematuhi imbauan PPKM mikro, Alex menilai, laju penularan Covid-19 di Indonesia bisa dikendalikan.
"Di desa harus ada yang namanya karantina atau mikro lockdown di tingkat RT/RW, kalau ini berjalan dengan baik maka penularan itu bisa berkurang dan beban di rumah sakit juga akan berkurang," jelas Alex.
Lantas, benarkah PPKM Mikro efektif untuk menekan laju penularan Covid-19?
Pakar Epidemiologi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, dr Windhu Purnomo menilai, Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro merupakan kebijakan yang tidak efektif.
Hal itu diungkapkan Windhu merespons kebijakan pemerintah yang memberlakukan penebalan PPKM Mikro 22 Juni hingga 5 Juli 2021.
Baca juga: Sebut PPKM Mikro Tak Efektif, Pakar Epidemiologi Sarankan PSBB Wilayah Aglomerasi
"Sudahlah, PPKM Mikro itu sudah terbukti tidak efektif, gagal. Kenapa sih kita nggak berani ngomong gagal? Gagal itu," ungkap Windhu saat dihubungi Tribunnews, Senin (21/6/2021) malam.
"Apa buktinya gagal? Buktinya ini (terjadinya) peningkatan kasus," sambungnya.
Windhu tidak setuju dengan adanya zonasi di tingkat bawah, seperti RT atau RW.
"Kalau dalam artian PPKM Mikro itu dalam pemberdayaan masyarakat, seperti kampung tangguh, itu oke, setuju."
"Tapi kalau pengertiannya di situ (penebalan PPKM Mikro) ada pengzonasian RT RW, itu ngawur," ungkapnya.
PSBB Aglomerasi
Menurut Windhu, kebijakan PSBB wilayah aglomerasi lebih efektif dibanding PPKM Mikro.
"PPKM Mikro itu sudah gagal, mau ditebelin, mau digarisbawahin nggak ada gunanya, menurut saya lho ya."
"Seharusnya PSBB tingkat wilayah setingkat kabupaten/kota, lebih bener lagi pembatasan setingkat wilayah aglomerasi," ungkapnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.