Paparan Sejumlah Lembaga Survei: Mayoritas Masyarakat Tak Setuju Wacana Jokowi Tiga Periode
Pihak yang menginginkan Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto maju di Pemilihan Presiden 2024 dinilai tidak mengerti arti demokrasi.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Wacana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjabat tiga periode dinilai mencederai perjuangan rakyat dalam melakukan reformasi di era Orde Baru.
Isu ini muncul kembali usai sekelompok relawan menyatakan mengusung Jokowi-Prabowo 2024.
Wacana untuk mengusung Jokowi menjadi presiden selama tiga periode juga sempat ramai ketika ada wacana untuk amendemen UUD 1945.
Baca juga: HNW: Ngotot Majukan Capres Tiga Periode, Tindakan Inkonstitusional
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan hasil reformasi jelas membatasi kekuasaan.
Sehingga seorang presiden menjabat dibatasi dua periode.
Pihak yang menginginkan Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto maju di Pemilihan Presiden 2024 dinilai tidak mengerti arti demokrasi.
Ujang berujar masyarakat masih bisa menahan diri dalam kebijakan-kebijakan kontroversial dari pihak eksekutif dan legislatif.
Misalnya, penolakan terhadap Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Omnibuslaw
"Kalau persoalan tiga periode tidak yakin bisa menahan. Bisa chaos di situ. Ini akan mendapatkan perlawanan dari rakyat," ujar Ujang kepada Tribun Network, Senin (21/6).
Baca juga: Brimob Gadungan Tipu Sejumlah Janda Desa Cikembar Sukabumi dan Ciampea Bogor, Begini Aksinya
Namun, ucap Ujang, memang ada celah untuk mengubah Pasal 7 UUD 1945 amandemen ke-1 berbunyi "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan".
"Bisa saja. Elit-elit politik ditekan untuk mengubah. Bisa tapi itu kehendak elit, bukan kehendak rakyat. Itu bertentangan sekali," tutur Ujang.
Diharapkan hal itu tidak terjadi. Karena dapat membuat masyarakat pecah lantaran melakukan penolakan.
Menurut Ujang, Indonesia tidak kekurangan tokoh-tokoh hebat untuk mengisi kursi nomor satu di Nusantara.
"Tidak kekurangan tokoh hebat. Justru bangsa ini terpecah kemarin karena mereka berdua. Kita taat pada konstitusi, sehingga pergantian 2024 berjalan mulus. Apapun alasannya," ucapnya.
Baca juga: Wacana Jokowi 3 Periode, Demokrat: SBY Dulu Terhindar dari Jebakan Kekuasaan