Pimpinan MPR: Peningkatan Kualitas Layanan Pengobatan Kanker Perlu Dukungan Semua Pihak
Menurut Lestari, data kasus kanker terus mengalami kenaikan yang berpotensi meningkatkan angka kematian.
Editor: Hasanudin Aco
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan, Arianti Anaya mengungkapkan ketersediaan obat kanker di Indonesia sangat tergantung pada supply chain management, yang melibatkan sejumlah pihak.
Salah satu tahapan yang harus dilalui dalam proses ketersediaan obat, menurut Arianti, melalui implementasi formularium nasional (Fornas) sebuah acuan dari hasil kajian para ahli dan sejumlah pemangku kepentingan
Fornas, jelas Arianti, digunakan tenaga medis sebagai acuan dalam menetapkan pilihan obat yang tepat, paling manjur, dan aman dengan harga terjangkau untuk mewujudkan patient safety dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Dengan penerapan Fornas sebagai kendali mutu dan kendali biaya, menurut Arianti, pelayanan kesehatan diharapkan lebih bermutu dengan belanja obat yang terkendali.
Direktur Utama RS Kanker Dharmais, Soeko W. Nindito mengungkapkan, sebagai rumah sakit rujukan pengobatan kanker nasional pihaknya melihat banyak hal yang harus segera diatasi agar pelayanan kesehatan terhadap penderita kanker menjadi lebih baik.
Menurut Soeko, permasalahan yang dihadapi dalam pengobatan kanker bagaikan mengepel lantai di hari hujan. Bila kebocoran tidak segera ditambal, berbagai masalah tidak akan pernah selesai.
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia, Aru Wisaksono Sudoyo berpendapat mekanisme JKN dengan BPJS Kesehatan merupakan sistem yang fantastis.
Karena, jelasnya, masih banyak negara yang belum mampu menerapkan sistem pembiayaan kesehatan secara nasional di negara mereka.
Aru menyarankan agar pembiayaan pelayanan kesehatan bisa diterapkan secara efektif dalam pengobatan kanker, harus diterapkan kebijakan therapy first line regimen secara menyeluruh, BPJS co-sharing dengan asuransi swasta dalam pembiayaan, deteksi dini kanker dibiayai dan menurunkan pajak atas obat-obatan.
Jurnalis senior Saur Hutabarat berpendapat politik anggaran harus bergeser fokusnya pada politik anggaran kesehatan publik agar deteksi dini kanker bisa dilaksanakan secara luas.
Langkah itu harus dilakukan, tegas Saur, agar BPJS Kesehatan yang sebagian besar dananya diserap untuk membiayai pengobatan kanker stadium 3 dan 4, tidak ikut terkena 'kanker' alias kantong kering.
Karena itu, ujar Saur, pemerataan ketersediaan fasilitas deteksi dini kanker di setiap daerah harus menjadi sebuah keniscayaan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.