Rizieq Shihab Divonis 4 Tahun Penjara, Hakim Beri 3 Opsi, Banding hingga Mohon Pengampunan Presiden
Majelis hakim resmi memberikan vonis empat tahun penjara kepada Rizieq Shihab. Vonis tersebut diberikan terkait kasus swab Rizieq di RS Ummi.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Majelis hakim resmi memberikan vonis empat tahun penjara kepada Rizieq Shihab.
Vonis tersebut diberikan terkait kasus swab Rizieq di RS Ummi.
Rizieq dinyatakan bersalah karena telah melanggar Pasal 14 ayat (1) UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Setelah memberikan vonis, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur sempat menawarkan beberapa opsi kepada Rizieq.
Baca juga: Sidang Vonis Perkara Hasil Swab Test, Anggota Kuasa Hukum Rizieq Shihab Diamankan Polisi
Di antaranya adalah opsi untuk menolak putusan, mengajukan banding, hingga memohon pengampunan kepada Presiden Joko Widodo, atau grasi.
"Jadi demikian ya, Terdakwa, ini hasil musyawarah majelis hakim, Saudara dinyatakan terbukti ya, dan putusan ini sudah dibacakan, dan sesuai dengan ketentuan Pasal 196 KUHAP, Saudara mempunyai hak."
"Pertama, hak menerima atau menolak putusan saat ini juga, yaitu mengajukan banding. Kedua adalah hak untuk pikir-pikir selama 7 hari untuk menentukan sikap apakah banding atau tidak."
"Ketiga adalah hak untuk mengajukan permohonan pengampunan kepada Presiden. Dalam hal Saudara menerima putusan, yaitu grasi," kata Hakim ketua Khadwanto dikutip dari tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Kamis (24/6/2021).
Baca juga: Rizieq Shihab Divonis 4 Tahun Penjara, Mardani Ali hingga Fadli Zon Soroti soal Keadilan
Rizieq Nyatakan Banding
Mendengar tiga opsi yang diberikan majelis hakim, Rizieq pun tegas memilih untuk banding.
Ada beberapa hal yang membuat Rizieq memutuskan untuk banding.
Di antaranya tidak adanya saksi ahli forensik yang dihadirkan selama persidangan.
Selain itu menurut Rizieq tidak ada bukti autentik tentang Pasal 14 Ayat 1.
"Di antaranya jaksa mengajukan saksi ahli forensik, padahal di persidangan ini saksi ahli forensik tidak pernah ada, tidak ada bukti autentik tentang Pasal 14 ayat 1."