Ketum DPP LDII: Gara-gara Narkoba, Bonus Demografi Bisa Hanya Pepesan Kosong
Ketua DPP LDII KH Chriswanto Santoso mengatakan gara-gara narkoba, target pemanfaatan bonus demografi yang diidam-idamkan hanya jadi pepesan kosong.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP LDII KH Chriswanto Santoso mengatakan gara-gara narkoba, target pemanfaatan bonus demografi yang diidam-idamkan pemerintah bakal hanya jadi pepesan kosong.
Karena penyalahgunaan narkoba dan psikotropika bukan hanya merusak level individu, tapi juga sebuah bangsa.
“Inilah pentingnya kesadaran kolektif untuk mencegah dan memerangi penyalahgunaan narkoba dan psikotropika. Sebab, cita-cita mengenai masa depan Indonesia yang maju sejahtera pada 2030 bisa buyar hanya karena narkoba,” ujar Chriswanto Santoso dalam keterangannya, Minggu (27/6/2021).
Baca juga: Hari Bumi, Ketum LDII Sebut Tanam Pohon Bagian dari Sedekah
Baca juga: Puan Tegaskan Perang Melawan Narkoba Tak Kendur Meski Pandemi Covid-19 Tengah Melanda
Impian pemerintah menggaungkan bonus demografi pada 2030, di mana jumlah usia produktif sangat besar bisa musnah bila milenial saat ini terpapar narkoba dan zat psikotropika.
KH Chriswanto Santoso mendukung Hari Anti Narkotika Internasional (HANI), yang diperingati setiap tahun pada 26 Juni.
Menurutnya, tema HANI 2021 adalah War On Drugs atau perang melawan narkoba di masa pandemi Covid-19 menuju Indonesia Bersih Narkoba (BERSINAR), harus didukung semua pihak.
“Tema itu sudah tepat, penyalahgunaan narkoba dan psikotropika sudah jadi kejahatan ekstraordinasi atau luar biasa, bahkan kejahatan kemanusiaan. Indonesia bukan lagi jalur narkoba, sudah jadi pasar narkoba. Ini harus diperangi,” ujarnya.
Ada alasan yang sangat kuat, selain dari sisi agama dan moralitas dalam memerangi penyalahgunan narkoba.
Ia menegaskan, semua elemen masyarakat termasuk ormas-ormas Islam, sedang menyiapkan kader-kader bangsa.
“Kami di LDII membangun generasi profesional religius dengan program Tri Sukses, yakni generasi alim-faqih, berakhlak mulia, dan mandiri,” imbuhnya.
Kader-kader bangsa itu, menurutnya akan berpartisipasi dalam membangun Indonesia Emas pada 2030.
Bila generasi muda saat ini, rusak oleh narkoba dan psikotropika, bisa dibayangkan generasi seperti apa yang didapatkan Indonesia pada masa mendatang.
“Indonesia Emas akan mewujudkan Indonesia yang maju, adil, sejahtera, dan makmur hanya jadi pepesan kosong bila generasi saat ini terkena obat-obatan terlarang,” ujarnya.
Menurutnya, narkotika, psikotropika, dan zat aditif (NAPZA) sudah menjadi fenomena global dan merupakan ancaman kemanusiaan (human threat) bagi warga pada tingkat lokal, nasional, regional, dan global.
“Indonesia tidak terkecuali, juga menghadapi ancaman serius terutama dari segi prevalensi pengguna yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,” imbuhnya.
Peningkatan peredaran dan pengguna, menurutnya juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi.
Dengan internet, komunikasi antara pengguna, pengedar, dan pemasok dapat dengan mudah dilangsungkan, kapanpun dan di manapun.
Menurutnya, perdagangan narkoba sudah berbentuk jaringan berskala besar dengan kekuatan organisasi, modal, kapasitas perdagangan yang bersifat transnasional.
Internet dan sistem kerja yang kian berjejaring besar itu, menjadikan narkoba ancaman yang kompleks terhadap kemanusiaan.
Pemerintah telah bertindak tegas dengan menghukum mati bandar-bandar narkoba internasional di Indonesia.
Tapi, bila tiap keluarga tidak memiliki pengetahuan dan ketahanan, pemberantasan narkoba juga berat.
Untuk itu, ia meminta para orangtua dan siapapun untuk selalu mendidik, membina, dan menjaga generasi muda dari ancaman narkoba dan psikotropika lainnya.
"LDII melarang warganya merokok. Jumlah remaja perokok di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya," kata Chriswanto.
Menurutnya merokok bukan hanya merusak kesehatan, tetapi merokok juga memuluskan jalan menggunakan narkoba.
"Boleh dikata, merokok adalah pintu menuju narkoba,” kata Ketua Departemen Pengabdian Masyarakat DPP LDII dr. H. Muslim Tadjuddin Chalid, Sp. An-KAKV.
Nikotin dari tembakau memicu pelepasan dopamin yang membuat sesorang merasa bahagia.
Saat efek dopamin menurun, perokok dikhawatirkan akan berpindah ke narkoba yang juga bersifat adiksi.
"Mereka akan menemukan sensasi yang lebih kuat dibanding merokok. Inilah yang kerap mengantar orang menggunakan narkoba,” papar Muslim Tadjuddin.
Ia mengingatkan, narkoba dan psikotropika hanyalah kesenangan sesaat, bahaya bagi diri sendiri dan merugikan orang lain jauh lebih besar.
Pecandu bisa mengalami sakit jiwa, bahkan kematian.
Belum lagi tindak kriminal akibat kecanduan narkoba sangat merugikan orang lain.