Soal Wacana Presiden 3 Periode, Pakar Hukum: Ada Oligarki Elite Politik Ingin Mengamankan Kekuasaan
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengkritisi isu perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengkritisi isu perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.
Dia menjelaskan, bahwa para elite politik di lingkaran Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah nyaman dengan posisinya saat ini.
Sehingga, situasi tersebut dimanfaatkan untuk memperpanjang masa jabatan menjadi tiga periode.
Baca juga: Jika Presiden Tiga Periode, Indonesia Terancam Terjerumus Kembali ke Absolutisme Seperti Orde Baru
Baca juga: Wacanakan Presiden 3 Periode, Qodari Ngaku Diserang Demokrat dan PKS hingga Rocky Gerung
"Sudah nyaman sekali posisinya sekarang menurut saya semua itu. Maka tentu saja presiden dalam situasi ini menjadi status quo, untuk mereka lebih baik (presiden) tak diganti karena jaringannya sudah rapi," katanya dalam diskusi virtual bertajuk 'Ambang Batas Calon dan Pembatasan Masa Jabatan Presiden', Minggu (27/6/2021).
Bivitri memaparkan, oligarki tak akan pernah puas dan akan terus mengamankan kekuasannya.
Dia mencontohkan soal bagi-bagi jabatan yang kerap dilakukan pemerintah saat ini.
Misalnya penunjukkan calon duta besar (dubes) dan komisaris sebuah perusahaan BUMN yang merupakan orang terdekat dari penguasa.
"Tak hanya dubes, komisaris juga menjadi alat untuk membagi-bagi keuntungan," ujarnya.
Di sisi lain, Undang-Undang (UU) sebagai produk kebijakan pemerintah juga menunjukkan peranan oligarki memelihara kekuasaannya.
Bivitri menyebut UU Cipta Kerja dan revisi UU KPK merupakan hasil peranan dari oligarki politik.
"Kita zoom out, kita lihat apa yang tengah terjadi maka kita akan bisa melihat oligarki inilah yang sedang mengontrol pelaksanaan kekuasaan negara ini sekarang," pungkasnya.