Pro Kontra Vaksin Berbayar: Stafsus BUMN Sebut Agar Masyarakat Bisa Memilih, YLKI Anggap Tak Etis
Vaksin berbayar yang disediakan oleh Kimia Farma menuai pro kontra, Stafsus Menteri BUMN sebut agar masyarakat bisa memilih, YKLI anggap tak etis.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
"Vaksin berbayar itu tidak etis, di tengah pandemi yang sedang mengganas. Karena itu, vaksin berbayar harus ditolak," kata Tulus dalam keterangan yang diterima Tribunnews, Minggu (11/7/2021).
Baca juga: Vaksin Covid-19 Berbayar, PKS Nilai Pemerintah Inkonsisten dalam Regulasi
Dia menilai, kebijakan ini bisa jadi hanya membuat masyarakat malas untuk melakukan vaksinasi.
Menurutnya, yang digratiskan saja masih banyak yang malas (tidak mau), apalagi vaksin berbayar.
"Dan juga membingungkan masyarakat, mengapa ada vaksin berbayar, dan ada vaksin gratis. Dari sisi komunikasi publik sangat jelek," tutur Tulus.
YLKI memandang, vaksin berbayar juga bisa menimbulkan distrust pada masyarakat, bahwa yang berbayar dianggap kualitasnya lebih baik, dan yang gratis lebih buruk kualitasnya.
Di banyak negara, justru masyarakat yang mau divaksinasi Covid-19, diberikan hadiah oleh pemerintahnya.
Ini dengan maksud agar makin banyak warga negaranya yang mau divaksin.
"Jadi bukan malah disuruh membayar," imbuhnya.
YLKI pun mendesak agar vaksin gotong royong berbayar untuk kategori individu dibatalkan.
Baca juga: Nusron Wahid: Sebaiknya Tidak Ributkan Vaksin Gotong Royong Berbayar
Ia meminta kembalikan pada kebijakan semula, yang membayar adalah pihak perusahaan, bukan individual.
Diketahui, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan aturan perubahan mengenai pelaksanaan vaksin gotong royong dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.19/2021.
Permen tersebut menyebut setiap individu atau orang perseorangan dapat mengakses vaksinasi Covid-19.
Program vaksinasi untuk individu itu baru dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan milik Kimia Farma di delapan titik wilayah Jawa dan Bali.
Vaksin Berbayar Dimulai di 8 Klinik pada Hari Ini Senin, 12 Juli 2021