Vaksin Berbayar Demi Cepat Mencapai Herd Immunity, Epidemiolog Nilai Tidak Tepat
Vaksin Covid-19 berbayar demi cepat mencapai herd immunity, epidemiolog UI menilai hal itu tidak tepat.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah mengizinkan adanya vaksinasi Covid-19 berbayar yang dapat dilakukan secara individu atau perorangan melalui apotek Kimia Farma.
Program Vaksinasi Gotong Royong Individual ini bertujuan untuk memperluas jangkauan vaksinasi, sehingga membantu terbentuknya herd immunity di masyarakat secepat-cepatnya.
Menanggapi hal itu, Epidemiolog Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono menyebut alasan herd immunity tak bisa dijadikan dasar penyelenggaraan vaksin berbayar.
Menurutnya, vaksinasi gotong royong oleh perusahaan juga berjalan lambat.
Baca juga: Cek pedulilindungi.id untuk Download Sertifikat Vaksinasi Covid-19 Secara Online, Berikut Panduannya
"Tidak tepat, kenapa? Vaksinasi Gotong Royong juga lamban sekali, banyak perusahaan swasta yang karena kesulitan ekonomi tidak bisa membayar."
"Masalahnya bukan mau membayar tidak membayar, kita semua dalam kesulitan," ucap Pandu, dikutip dari tayangan YouTube TV One, Senin (12/7/2021).
Pandu mengatakan, ada cara lain bagi pemerintah untuk mendorong jalannya vaksinasi.
Lanjut Pandu, pemerintah bisa menanggung biaya vaksinasi perusahaan untuk para karyawannya.
Baca juga: P2G: 55 Persen Orangtua Tak Tahu Informasi Vaksinasi Untuk Anak
"Bukan dengan berbayar. Tetapi, semua perusahaan swasta dan sebagainya seharusnya memberikan pelayanan gratis (vaksin), tentunya dengan ditanggung negara ."
"Dengan demikian itu yang kita sebut sebagai mengejar target vaksinasi sebanyak-banyaknya, secepat-cepatnya," jelas Pandu.
Pandu berharap secepatnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menyikapi adanya vaksin berbayar ini.
Diketahui, vaksin berbayar ini menuai kritikan dari sejumlah pihak, termasuk kalangan politisi.
Sebab, hal itu bertentangan dengan keputusan Presiden yang menyebut vaksin diberikan secara gratis.
Kimia Farma Tunda Layanan Vaksin COVID-19 Berbayar
Sementara itu, PT Kimia Farma (Persero) Tbk memutuskan menunda penyelenggaraan vaksin COVID-19.
Vaksin COVID-19 gotong royong untuk individu atau perseorangan semula digelar mulai hari ini, Senin (12/7/2021).
Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno Putro beralasan, besarnya animo dan pertanyaan yang masuk mengenai vaksinasi membuat layanan vaksinasi harus ditunda
"Kami mohon maaf karena jadwal Vaksinasi Gotong Royong Individu yang semula dimulai hari Senin, 12 Juli 2021 akan kami tunda hingga pemberitahuan selanjutnya," ujarnya saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (12/7/2021).
Meski demikian, Ganti menuturkan, pihaknya masih akan melakukan sosialisasi vaksinasi berbayar ini kepada masyarakat.
"Besarnya animo serta banyaknya pertanyaan yang masuk membuat Manajemen memutuskan untuk memperpanjang masa sosialisasi Vaksinasi Gotong Royong Individu serta pengaturan pendaftaran calon peserta," kata Ganti.
Baca juga: Fraksi PKS Tolak Komersialisasi Vaksin Covid-19
Ia pun menuturkan penundaan dilakukan sampai waktu yang belum bisa ditentukan.
"Terima kasih atas pemahaman para pelanggan serta animo untuk bersama-sama mendorong tercapainya kekebalan komunal ( herd immunity) yang lebih cepat di Indonesia," ungkapnya.
Sebelumnya, pemerintah mengizinkan pelaksanaan Vaksinasi Gotong Royong Individu, yang secara resmi digelar pada hari ini, Senin 12 Juli.
PT Kimia Farma Diagnostika (KFD) menyediakan 8 klinik di 6 kota di Jawa dan Bali.
Vaksin Dibanderol Rp 321.660 per Dosis
Diketahui, vaksin berbayar ini menggunakan vaksin jenis Sinopharm.
Adapun pengaturan harga tersebut telah tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4643/2021
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi menyatakan, harga vaksin Sinopharm dosis lengkap berdasarkan KMK tersebut adalah 879.140.
Baca juga: Lebih dari 600 Pekerja Medis Thailand Terinfeksi Virus Corona, Meskipun telah Divaksinasi Sinovac
Dengan rincian, harga vaksin per dosis sebesar 321.660, kemudian ditambah harga layanan sebesar Rp 117.910.
Sehingga, total biaya satu dosis sebesar Rp 439.570.
Lalu, satu orang membutuhkan dua dosis sehingga menjadi Rp 879.140.
"Satu orang penerima manfaat membayar sesuai KMK tersebut sebesar Rp 879.140," ujar Nadia kepada Tribunnews.com, Senin (12/7/2021).
Tuai Kritikan Sejumlah Pihak
Kabar vaksin berbayar ini pun menuai kontra dari sejumlah kalangan, baik rakyat sendiri hingga para politisi.
Sebab, hal itu bertentangan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa bulan lalu, yang menyebut vaksinasi diberikan secara gratis.
Baca juga: Vaksin Covid-19 Berbayar Mulai Dijual Hari Ini, Harganya Rp 321.660 Plus Biaya Pelayanan
Menanggapi hal itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebut kebijakan vaksinasi berbayar ini tidaklah etis dan harus ditolak.
"Vaksin berbayar itu tidak etis, di tengah pandemi yang sedang mengganas."
"Karena itu, vaksin berbayar harus ditolak,” kata Tulus kepada Tribunnews.com, Minggu (11/7/2021).
Baca juga: Vaksin Covid-19 Berbayar, PKS Nilai Pemerintah Inkonsisten dalam Regulasi
Dia menilai kebijakan ini bisa jadi hanya akan makin membuat masyarakat malas untuk melakukan vaksinasi.
Menurutnya, yang digratiskan saja masih banyak yang malas (tidak mau), apalagi vaksin berbayar.
“Dan juga membingungkan masyarakat, mengapa ada vaksin berbayar, dan ada vaksin gratis."
"Dari sisi komunikasi publik sangat jelek,” tutur Tulus.
YLKI memandang vaksin berbayar juga bisa menimbulkan distrust pada masyarakat, bahwa yang berbayar dianggap kualitasnya lebih baik, dan yang gratis lebih buruk kualitasnya.
Baca juga: Nusron Wahid: Sebaiknya Tidak Ributkan Vaksin Gotong Royong Berbayar
Di banyak negara, justru masyarakat yang mau divaksinasi Covid-19, diberikan hadiah oleh pemerintahnya.
Ini dengan maksud agar makin banyak warga negaranya yang mau divaksin.
“Jadi bukan malah disuruh membayar,” imbuhnya.
YLKI mendesak agar vaksin gotong royong berbayar untuk kategori individu dibatalkan.
Kembalikan pada kebijakan semula, yang membayar adalah pihak perusahaan, bukan individual.
Selain YKLI, kritikan juga datang dari Komisi IX DPR RI yang membidangi kesehatan.
Anggota Komisi IX DPR RI Aliyah Mustika menyebut vaksi Covid-19 seharusnya tidak diperjualbelikan.
Apalagi, berdalih dengan istilah vaksinasi gotong royong.
"Vaksin itu gratis, kesehatan rakyat itu tidak untuk dikomersialkan."
"Seharusnya vaksin ini itu tidak dijual bebas," kata Aliyah, dikutip dari laman dpr.go.id, Minggu (11/7/2021).
Baca juga: Sentra Vaksinasi di Bandara AP II Tercatat Telah Melayani 15.802 Orang untuk Divaksin Covid-19
Politisi Fraksi Demokrat itu mengatakan, program vaksinasi berbayar ini tak mencerminkan kepedulian pemerintah kepada masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
Ia mengingatkan pemerintah, jika saat ini rakyat sedang dalam kondisi darurat.
Aliyah menyebut, program ini nantinya akan memberatkan rakyat dan hanya akan menguntung satu pihak saja.
"Saya pikir pemerintah dari awal penanganan, sudah berkomitmen untuk melindungi rakyatnya."
"Maka dengan perdagangan vaksin ini, saya pikir akan memberatkan dan akan menguntungkan sepihak saja," pungkasnya.
Baca berita soal Vaksin Berbayar lainnya
(Tribunnews.com/ Shella Latifa/ Rina Ayu)