Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Penangkapan Dokter Lois karena Dianggap Sebar Hoaks Soal Covid-19

Dokter Lois salah diduga melanggar pasal tentang UU 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Kisah Penangkapan Dokter Lois karena Dianggap Sebar Hoaks Soal Covid-19
Tribunnews.com/Reza Deni
Dokter Lois keluar dari ruang penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Senin (12/7/2021) pukul 18.58 WIB. 

Tirta menjelaskan, seluruh dokter di Indonesia harus tergabung dalam IDI.Oleh karena itu, ia mempertanyakan status dokter Lois.

Apalagi Surat Tanda Registrasi (STR) dr Lois juga disebut tidak aktif sejak 2017."Ibu Lois tidak menangani pasien pandemi, baik menjadi relawan ataupun praktik," bebernya.

"Ibu Lois sudah mendapatkan dokumentasi di berbagai laman media sosialnya sebelum dihapus, kedapatan menghina dan memaki, menggunakan kata kotor dan kasar kepada beberapa dokter," imbuhnya.

Kepastian dr Lois bukan anggota IDI juga dibenarkan oleh Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (MKEK IDI), dr Pukovisa. 

Dia mengatakan, status keanggotaan yang bersangkutan di IDI sudah kadaluarwarsa. "Memang sudah lama tidak aktif menjadi anggota IDI," ujarnya.

Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Zullies Ikawati membantah pernyataan dr Lois, interaksi obat menyebabkan kematian pada pasien Covid-19.

Menurutnya pernyataan tersebut tidak berdasar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Berita Rekomendasi

"Jika ada yang menyebutkan bahwa kematian pasien Covid adalah semata-mata akibat interaksi obat, maka pernyataan itu tidak berdasar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan," ujar Prof Zullies.

Prof Zullies menjelaskan, interaksi obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap efek obat lain ketika digunakan bersama-sama pada seorang pasien.

Secara umum, interaksi ini dapat menyebabkan meningkatnya efek farmakologi obat lain yang bersifat sinergis, mengurangi efek obat lain (antagonis), atau bahkan meningkatkan efek yang tidak diinginkan dari obat yang digunakan.

"Karena itu, sebenarnya interaksi ini tidak semuanya berkonotasi berbahaya, ada yang menguntungkan, ada yang merugikan. Jadi tidak bisa digeneralisir, dan harus dikaji secara individual," jelas Prof Zullies.

Banyak kondisi penyakit yang membutuhkan lebih dari satu macam obat untuk terapinya, apalagi jika pasien memiliki penyakit lebih dari satu (komorbid).

Bahkan satu penyakit terkadang bisa membutuhkan lebih dari satu obat, contohnya hipertensi.

Pada kondisi hipertensi yang tidak terkontrol dengan obat tunggal, dapat ditambahkan obat antihipertensi yang lain, bahkan bisa kombinasi 2 atau 3 obat antihipertensi.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas