Novel Baswedan: Ombudsman Berani dan Jujur, Jauh Berbeda dengan Dewan Pengawas KPK
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan angkat bicara mengenai perbedaan pandangan antara Ombudsman dan Dewan Pengawas KPK.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak

Sedangkan Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara negara dan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah termasuk BUMN serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.
Perbedaan pertama adalah pendapat mengenai proses pembentukan kebijakan peralihan pegwai KPK menjadi ASN.
Pegawai KPK melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri menyisipkan pasal mengenai pelaksanaan TWK dalam rapat pimpinan 25 Januari 2021 untuk dimasukkan ke dalam draf Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 01 Tahun 2021.
"Ketentuan mengenai TWK merupakan masukan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang pertama kali disampaikan pada rapat 9 Oktober 2020 serta rapat harmonisiasi Kemenpan RB dan BKN," kata Anggota Dewas KPK Harjono.
Menurut Dewas KPK, pihak yang pertama kali mengusulkan TWK adalah Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada rapat harmonisasi Oktober 2020.
Dalam rapat tersebut menurut Dewas, Wakil Kepala BKN telah memberikan tanggapan di antaranya (1) agar terhadap syarat setia pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintahan yang sah perlu dipertimbangkan kembali apakah cukup hanya dengan menandatangani pakta integritas dan (2) Kesetiaan pada Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintahan yang sah terhadap pegawai KPK belum pernah dilakukan pengukuran/seleksi.
Dengan begitu Dewas menyatakan tidak benar ada dugaan pasal TWK merupakan pasal yang ditambahkan oleh Firli Bahuri dalam rapat 26 Januari 2021 di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
Rapat itu dilakukan Firli bersama Kemenkumham, BKN, LAN, KASN, dan Kemenpan RB. Saat itu hadir Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, sementara Sekjen KPK Cahya Hardianto Harefa menunggu di luar ruangan karena ada pembatasan peserta akibat pandemi COVID-19.
Sedangan menurut Ombudsman, klausul soal TWK itu baru muncul pada Januari 2021. Ombudsman mengatakan asesmen berbentuk TWK dilakukan dengan menyisipkan klausul baru pada akhir-akhir harmonisasi.
Merujuk Permenkumham Nomor 23 Tahun 2018, proses harmonisasi cukup dihadiri jabatan pimpinan tinggi (JPT), pejabat administrator, dan perancang, artinya rapat harusnya dipimpin oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham yang saat itu dijabat oleh Widodo Ekatjahjana.
Namun pada rapat 26 Januari 2021 atau pada rapat terakhir harmonisasi, rapat dihadiri langsung Ketua KPK Firli Bahuri, Kepala BKN Bima Haria Wibisana, Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Adi Suryanto, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo, dan Menkumham Yasonna H Laoly.
Bahkan lima orang pimpinan lembaga dan kementerian yang hadir itu tidak menandatangani berita acara harmonisasi. Pihak yang menandatangani berita acara, yaitu Kabiro Hukum KPK dan Direktur Perundangan Kemenkumham malah tidak hadir.
Selain itu, menurut Dewas, sudah ada sosialisasi TWK kepada para pegawai KPK melalui zoom meeting pada 17 Februari 2021 oleh Firli Bahuri, Nurul Ghufron, Cahya Harefa, Kabiro SDM KPK Chandra Sulistio Reksoprodjo serta Kabiro Hukum KPK Ahmad Burhanuddin yang membahas syarat untuk mengikuti TWK bagi seluruh pegawai KPK.
Sedangkan menurut Ombudsman, KPK terakhir kali menyebarluaskan informasi mekanisme alih status pegawai pada 16 November 2020 atau pada awal penyusunan perkom sehingga informasi mengenai TWK tidak disebarkan lagi sehingga kanal agar pegawai mengetahui dan menyampaikan aspirasi tidak ada.