Tindak Lanjut Catatan BPK di Laporan Keuangan 2020, Kominfo Diminta Hentikan Proyek Bermasalah
audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) masih terbilang baik.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat kebijakan publik Alamsyah Saragih menilai audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) masih terbilang baik.
BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Jika suatu laporan kementerian atau lembaga dinyatakan WTP, maka setidaknya 3% dari total anggaran masih bisa diperbaiki atau ditindaklanjuti secara administratif seperti pengembalian uang atau perbaikan sistim pengawasan.
"Jika temuan sudah lebih dari 3% atau berpotensi mengganggu secara sistemik maka dinyatakan WDP (Wajar dengan Pengecualian). Namun, jika temuannya sangat parah maka auditor akan menyatakan tidak ada opini (disclaimer)," ujar Alamsyah, kepada wartawan, Sabtu (24/7/2021).
Meskipun laporan keuangan dinyatakan WTP, bukan berarti tidak ada catatan.
Jika BPK memberikan catatan, maka kementerian/ lembaga tersebut harus melakukan tindak lanjut.
Lanjut Alamsyah, tindak lanjut dari rekomendasi BPK tersebut akan dievaluasi 6 bulan sejak dikeluarkan hasil audit.
Alamsyah mengatakan, kementerian/lembaga harus melakukan tindakan korektif sesuai dengan catatan yang diberikan BPK. Jika kementerian/ lembaga tidak melakukan tindak lanjut dari catatan BPK, maka auditor BPK dapat melakukan audit investigasi.
Agar tidak ada kecurigaan yang berlebih dari masyarakat dan tidak ada audit investigasi yang mengarah ke tindak pidana, Alamsyah mendesak Kominfo segera menindaklanjuti rekomendasi BPK.
Baca juga: 12 Kementerian dan Lembaga Dapat Status WTP,BPK: Bukan Berarti Tidak Ada Temuan
Jika nantinya BPK melakukan audit investigasi dan ditemukan adanya tindak pidana, maka lembaga tinggi negara tersebut dapat langsung memberikan temuannya ke KPK, Kepolisian atau Kejaksaan.
Perencanaan yang tidak matang, pemborosan, dan atau utilisasi yang rendah terhadap kapasitas infrastruktur telekomunikasi yang dibangun oleh Kominfo dinilai Alamsyah berpotensi menjadi tindak pidana korupsi, namun belum tentu ke arah sana.
"Dari kaca mata BPK, apa yang dilakukan Kominfo itu terbilang boros. Boros belum tentu korupsi karena secara administratif bisa jadi sudah benar. Korupsi sudah pasti boros. Kalau tidak bisa menyelesaikan rekomendasi BPK, bisa jadi pemborosan yang dilakukan Kominfo itu mengandung motif korupsi. Oleh sebab itu, kita nantikan saja tindakkan korektif apa yang akan dilakukan Kominfo. Jika tak ada tindak lanjut, BPK pasti akan melakukan audit investigasi," jelas Alamsyah.
Selama proses investigasi yang dilakukan oleh Satuan Pengawas Internal (SPI) Kominfo berlangsung, Alamsyah meminta agar proyek di Kominfo yang menjadi temuan tersebut dihentikan dan ditinjau ulang secara menyeluruh.
Tujuannya untuk memastikan proyek di Kominfo selain sudah sesuai secara administrasi juga mengandung prinsip efektif dan efisien serta tidak ada pemborosan yang mengarah kepada tindak pidana korupsi.
"Satuan Pengawas Internal di Kominfo dapat melihat dan melaporkan ke BPK apa yang masih bisa diperbaiki dan dievaluasi. Agar penggunaan anggaran di Kominfo efektif dan efisien, selama SPI melakukan tugasnya, Kominfo disarankan untuk menunda, melakukan renegosiasi dan/atau meninjau ulang proyek yang menjadi catatan BPK," terang Alamsyah.
Alamsyah memberikan contoh, dalam rekomendasi BPK disebutkan utilisasi Palapa Ring masih rendah. Karena masih rendah, Alamsyah menilai SPI bisa meminta agar Kominfo memanfaatkan dan mengoptimalkan Palapa Ring yang sudah dibangun, serta mengevaluasi rencana peluncuran satelit multi fungsi SATRIA.
Satelit multi fungsi SATRIA, menurut Alamsyah, belum menjadi prioritas dan bisa ditunda. Anggaran Pemerintah saat ini sangat diperlukan untuk penanganan pandemi COVID-19. Kominfo seharusnya memanfaatkan terlebih dahulu kapasitas Palapa Ring.
Alamsyah juga meminta proyek pembangunan Pusat Data Nasional dihentikan. Layanan cloud seharga Rp 5,39 miliar yang dipesan Kominfo di tahun 2020 ternyata memiliki spesifikasi dan kapasitas yang jauh di atas kebutuhan. Kapasitas cloud ini harus dioptimalkan terlebihi dahulu oleh Kominfo.
Jika Kominfo membangun Pusat Data Nasional yang baru, sudah bisa dipastikan overinvestment dan overcapacity yang saat ini sedang terjadi akan semakin membesar.
"Bisa jadi satelit multi fungsi SATRIA tidak akan terpakai ketika kedepannya ada teknologi baru seperti satelit low orbit yang dikembangkan Starlink. Bisa jadi SATRIA menjadi sampah antariksa beberapa tahun mendatang. Kominfo juga harus menunda pembangunan Pusat Data Nasional dan manfaatkan dulu kapasitas cloud yang telah disewa. Jika kebutuhan meningkat, Kominfo dapat menjalin kerja sama dengan perusahaan penyedia data center nasional. Jadi, jangan dianggap enteng masukan BPK tersebut," pungkasnya.