Kisah Haru Nakes Dampingi Pasien Covid-19 pada Momen Sakaratul Maut 'Hanya Bisa Bantu Semampu Saya'
Kisah haru para pahlawan dari dunia kesehatan di masa pandemi Covid-19 menarik dikulik.
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kisah haru para pahlawan dari dunia kesehatan di masa pandemi Covid-19 menarik dikulik.
Satu tahun lebih para tenaga kesehatan yang harusnya berada di hilir peperangan dengan wabah justru menjadi garda terdepan.
Hal tersebut dikarenakan sebagian besar masyarakat masih "bandel" dan cenderung "denial" terhadap keberadaan virus ini, yang kemudian menjadi penyebab utama kolapsnya fasilitas kesehatan di Tanah Air saat kasus melonjak tajam.
Andi Supriyanto, seorang perawat di salah satu rumah sakit pemerintah di Jakarta Barat, membagikan pengalaman mengharukan saat menangani pasien Covid-19.
Pria kelahiran Jakarta itu sehari-hari bertugas di ruang isolasi khusus untuk pasien Covid-19.
"Saya Andi Supriyanto, bertugas di salah satu rumah sakit pemerintah di Jakarta Barat sejak 2 tahun lalu. Saya bertugas di ruang isolasi khusus pasien Covid-19," ucap Andi saat memperkenalkan dirinya kepada Tribunnews.com di Jakarta, Senin (2/8/2021).
Baca juga: Pemprov DKI Segera Berikan Vaksin Dosis Ketiga Pada Nakes
Andi menceritakan, saat kasus corona melonjak tajam pada pertengahan bulan Juli, rumah sakit tempatnya bekerja kebanjiran pasien Covid-19.
Andi menerima laporan bahwa saat itu ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) sudah penuh.
"Bahkan pasien itu terpaksa dirawat memakai alat bantu nafas di luar ruangan IGD, itu saat kasus corona di kisaran 40 ribu - 50 ribu kasus per harinya," ujar Andi.
"Jadi IGD kami full banget sampai pasien dirawat di luar ruang IGD," imbuh dia.
Dampingi Pasien Covid-19 di Momen Sakaratul Maut
Andi menceritakan, ada kasus di mana seorang pasien Covid-19 di ruang isolasi jarang dikunjungi oleh keluarganya.
Bahkan keluarga pasien tersebut sangat jarang menghubungi rumah sakit hingga detik-detik si pasien menghembuskan nafas terakhirnya.
"Pernah ada kasus pasien yang memang keluarga si pasien ini kurang aktif. Jarang menghubungi kami juga. Kami tidak tahu penyebabnya," tutur Andi.
Padahal, kata Andi, saat itu kondisi pasien tersebut sudah alami penurunan kesadaran, tidak stabil, serta kondisi tanda vitalnya mulai menurun.
Saat si pasien berada di momen sakaratul maut, hanya Andi yang mendampingi.
"Itu yang mengharukan, saat saya mendampingi momen sakaratul maut pasien. Itu pengalaman luar biasa banget, saya sampai merinding sendiri."
"Pasien itu benar-benar menghembuskan nafas terakhirnya di hadapan saya. Pada saat sakaratul maut saya hanya bisa membantu semampu saya, sebisa yang bisa saya lakukan," kenang Andi.
Covid-19 Berbahaya, Semua Bisa Terinfeksi
Berdasar pengalamannya bertugas, Andi mengingatkan agar masyarakat mau patuh pada protokol kesehatan guna mencegah penularan Covid-19.
"Virus ini benar-benar berbahaya karena memang tidak memandang usia, jenis kelamin, tidak memandang apapun. Semua golongan usia, jenis kelamin, semua orang bisa terinfeksi virus ini," ujar Andi.
Andi menjelaskan, banyak pasien Covid-19 yang meninggal dunia akibat happy hypoxia (gagal napas).
Itu dikarenakan pada pasien Covid-19, gejala-gejala happy hypoxia tidak terlihat.
Kadang, kata Andi, ada pasien yang kondisinya terlihat stabil, bahkan bisa ke kamar mandi sendiri.
"Bisa jalan, bisa melakukan aktivitas tapi ternyata terinfeksi kadar oksigennya selalu mengalami penurunan, bahkan bisa sangat rendah padahal kondisi fisik pasiennya bagus. Itulah saking menipunya ini virus," tutur Andi menjelaskan kondisi pasien yang alami happy hypoxia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.