Warga Depok Ini Mengadu Uang Bansos yang Harusnya Rp 600 Ribu Dipotong hingga Rp 400 Ribu
Warga bernama Dodi yang tinggal di Kelurahan Curug tersebut melaporkan dugaan kasus itu kepada wartawan.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktik pungutan liar dari pencairan dana bansos masih saja terjadi.
Kali ini dugaan kasus tersebut dilaporkan seorang warga Cimanggis, Depok, Jawa Barat.
Warga bernama Dodi yang tinggal di Kelurahan Curug tersebut melaporkan dugaan kasus itu kepada wartawan.
Dodi mengungkapkan, pungutan yang diminta tak tanggung-tanggung, nilainya mencapai Rp 400 ribu.
Cerita bermula ketika Dodi hendak mengambil surat undangan untuk menebus BST sebesar Rp 600.000 itu ke ketua RT setempat.
"Pas saya ambil surat undangannya, beliau ngomong sama saya, mau disumbangin ke yang belum dapat. Katanya, 'Ini lu dapat Rp 600.000 nih, nanti kasih ke gua Rp 400.000 buat bagiin ke yang belum dapat.' Yang lain juga diminta Rp 200.000," kata Dodi melalui video yang diterima Kompas.com pada Rabu (4/8/2021).
Baca juga: Apresiasi Upaya Risma Bongkar Pungli Bansos Covid-19, MUI: Seret Para Pelakunya ke Meja Hijau
Dodi menolaknya. Ia merasa potongan itu terlalu besar.
Lantaran hal itu, ia kena damprat. Ketua RT disebutnya mengancam tak akan membantu urusannya sebagai warga.
"Dia bilang enggak mau urusin apa-apa lagi urusan saya. Kemudian beliau ngomong, 'Kalau enggak mau ngasih, ya sudah lu hidup aja sendiri, enggak usah berwarga'," ujar Dodi.
"Bulan depan kalau lu dapat, gua enggak mau ambilin, lu ambil aja sendiri. Masak yang lain ngasih, lu enggak mau ngasih, emang lu mau hidup sendiri?" lanjutnya menirukan ucapan ketua RT.
Dodi mengaku, ini bukan kali pertama ia menerima BST. Sudah tiga kali, katanya. Dan saban pengambilan, ia selalu diimbau untuk menyisihkan uang itu untuk diberikan ke ketua RT, dengan alasan apa pun.
Sementara itu, ketua RW setempat, Nurdin, mengeklaim bahwa kebijakan itu bersifat donasi/infak, tanpa paksaan.
Keputusan itu diambil bersama oleh para ketua RT, RW, dan tokoh masyarakat karena data penerima BST yang diterima untuk warganya tidak sesuai keadaan di lapangan.
"Kami terima (BST untuk) sekitar 87 orang, sementara kebutuhan kami 185 orang, sehingga banyak yang tidak mendapatkan. Padahal, mereka kondisinya sama-sama membutuhkan," kata Nurdin melalui video yang diterima Kompas.com pada Rabu ini.
"Oleh sebab itu banyak masyarakat tanya ke Pak RT, Pak RW, 'Gimana nih, saya kok enggak dapat? Yang lain dapat, padahal kita sama-sama kondisinya samalah'," ujarnya.
Nurdin menyebutkan, tak ada masalah apabila warga penerima BST menolak menyisihkan haknya sebagaimana yang diinginkan oleh para pengurus lingkungan.
Ia menduga, kasus yang dialami Dodi terjadi lantaran miskomunikasi.
"Kalau 1-2 yang miskomunikasi pasti ada ya. Saya klarifikasi, memang salah informasi. Jadi, ya wajar-wajar saja mereka salah informasi, tapi tidak jadi masalah, karena ini sifatnya untuk berbagi," kata Nurdin.
"Kami mengedukasi masyarakat bagaimana mereka bisa merasakan, yang tidak dapat bisa dapat juga walaupun tidak sebesar yang dia dapatkan," tuturnya.
Dugaan pungli bansos di Tangerang
Penyidik Polres Metro Tangerang Kota masih terus mengumpulkan informasi lapangan terkait pungutan liar (pungli) bantuan sosial (bansos) yang terjadi disejumlah daerah di Kota Tangerang.
Hal tersebut buntut dari temuan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini saat blusukan di Kecamatan Karang Tengah, Kota Tangerang pada Rabu pekan lalu.
Dirinya menemukan adanya pungli yang dilakukan oknum soal penyaluran bansos kepada masyarakat yang membutuhkan sejumlah Rp 50 ribu.
Hingga saat ini, informasi yang dikumpul TribunJakarta.com, ada belasan orang yang dipanggil Polres Metro Tangerang Kota untuk dimintai keterangan soal polemik di atas.
"Betul itu kemarin saya cek ke penyidiknya ada 12 orang," kata Kasubag Humas Polres Metro Tangerang Kota, Kompol Abdul Rachim saat dihubungi TribunJakarta.com, Rabu (4/8/2021).
Menurut dia, orang ke-12 itu dipanggil pada Selasa (3/8/2021) dan mungkin bertambah hingga hari ini.
Kendati demikian, Rachim belum bisa memastikan jumlah terbaru warga yang dipanggil penyidik.
"Itu jumlah kemarin, untuk hari ini saya belum update lagi ya," sambung dia.
Ia juga tidak mengetahui secara rinci berapa jumlah warga dan pendamping PKH yang sudah dipanggil untuk dimintai keterangan.
"Pokoknya itu 12 orang sudah campuran termasuk pendamping PKH dam warga yang menerima bansos," terang Rachim.
Begitu pun jumlah aduan soal pungutan liar (pungli) bantuan sosial (bansos) di Kota Tangerang melalui hotline terus bertambah tiap harinya.
Hampir sepekan hotline beroperasi, Wali Kota Tangerang, Arief R Wismansyah menyebutkan sudah hampir 50 aduan dari warganya soal pungli bansos.
"Kemarin ada 47 (aduan), sekarang mungkin bertambah," kata Arief saat dihubungi TribunJakarta.com, Selasa (3/8/2021).
Pasalnya, semua aduan di hotline tersebut juga langsung tersambung oleh pihak inspektorat, Polres Metro Tangerang Kota, dan Kejari Kota Tangerang.
Sehingga, nantinya pihak-pihak penegak hukum langsung bisa melakukan investigasi terhadap aduan yang masuk.
"Apa yang kita terima mereka bisa langsung akses, mulai dari inspektorat Kota Tangerang juga sudah koordinasi dengan Kapolres kaitan saber pungli," papar Arief.
Dirinya pun meminta semua jajaran untuk bertindak tegas dalam mengawal kasus yang sangat merugikan rakyat kecil tersebut.
Sebab, Pemerintah Kota Tangerang sama sekali tidak memberikan ruang terhadap oknum yang tega memotong hak warga yang membutuhkan.
"Pokoknya kita akan terus investigasi, kita teruskan aparat penegak hukum, treatmentnya siapa yang memotong bansos mengambil kesempatan kesempitan masyarakat yang membutuhkan kita akan tindak," tegas Arief.
Dirinya juga memastikan, identitas masyarakat yang mengadu sudah pasti akan dirahasiakan bila menghubungi hotline tersebut.
"Bagi warga Kota Tangerang yang bansosnya dipotong oleh oknum-oknum, kami minta laporkan ke nomor. Kami sampaikan dan namanya akan dirahasiakan dan mereka akan tetap dapat jaminan untuk dapatkan bantuan," jelas Arief.
Sebagai informasi, nomor pengaduan bansos dapat dihubungi di 08111500293.
Namun, nomor tersebut tidak menerima sambungan telepon dalam bentuk apapun, hanya aduan melalui pesan singkat aplikasi WhatsApp.
Nomor pun tidak bisa digunakan sebagai media pendaftaran bantuan sosial hanya untuk aduan bansos seperti pungli, tidak tepat sasaran dan lainnya.
"Sebagai tindak lanjut Kapolres, Kajari dan saya berikan jaminan ke masyarakat bahwa proses bansos berjalan tetap dengan tertib dan lancar sesuai aturan perundang-undangan," ujar Arief.
Sebagian artikel tayang di Kompas.com: Pungli BST Rp 600.000 di Depok, Warga Mengaku Diminta Rp 400.000
dan Tribun Jakarta:
Polisi Periksa 12 Orang Soal Pungli Bansos di Kota Tangerang
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.