Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Berbagai Cara Napi Seludupkan Narkoba ke Dalam Lapas: Lewat Odol hingga Burung Merpati

Ada berbagai macam modus narapidana menyeludupkan narkoba ke dalam lembaga pemasyarakatan (Lapas).

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Berbagai Cara Napi Seludupkan Narkoba ke Dalam Lapas: Lewat Odol hingga Burung Merpati
istimewa
Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Reynhard Silitonga menegaskan Pemasyarakatan selalu siap mendukung upaya bangsa dalam memerangi peredaran gelap narkoba. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada berbagai macam modus narapidana menyeludupkan narkoba ke dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Modus-modus inilah yang membuat para sipir lengah dan luput dari pengawasan.

Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Reynhard Silitonga.

Menurutnya, sulitnya pengawasan terhadap penyeludupan ini lantaran penjara telah over kapasitas.

Baca juga: 19 Narapidana Bandar Narkoba Dikirim ke Lapas Super Maximum Security Nusakambangan

Apalagi, kata Reynhard, mayoritas napi yang berada di dalam lapas merupakan terpidana kasus narkotika.

Mereka akan cenderung terus melakukan perbuatan yang serupa meskipun di dalam lapas.

Berita Rekomendasi

"Cara masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan itu dengan berbagai macam. Karena banyak sekali (napinya). Kemudian yang jaganya 30 orang sekali piket. Bisa melalui lempar dari tembok, bisa melalui makanan yang dikirim ke warga binaan oleh keluarganya dan juga bisa berbagai macam cara," kata Reynhard dalam diskusi daring, Kamis (5/8/2021).

Dia pun merinci cara-cara yang belakangan ini akhirnya terendus oleh petugas lapas.

Ternyata, narapidana sempat ketahuan menyeludupkan narkoba melalui buah salak hingga burung merpati.

"Misalnya yang saya katakan tadi melalui makanan melalui salak, melalui odol, melalui burung merpati yang dimasukkan ke dalam lembaga pemasyarakatan. Sekali lagi mereka-mereka inilah adalah pelaku tindak pidana narkotika dan akan tetap berusaha untuk melakukan tindak pidana tersebut," ungkapnya.

Tak hanya itu, kata dia, banyaknya pengendali narkoba yang dilakukan dari balik sel juga tak terlepas karena masalah over kapasitasnya penjara.

Sementara itu, jumlah sipir yang tak memadai.

"Misalnya juga adanya pengendali narkotika di dalam Lapas. Ini tidak dipungkiri akan terjadi. Misalnya di Cipinang, itu ada 1.000 lebih untuk kapasitasnya. Sementara isinya sekarang 4.000. Dari 4.000 itu, 3.500 itu adalah tindak pidana narkotika," jelasnya.

"Kenapa ini terjadi? karena juga petugas pemasyarakatan yang menjaga kalau 4.000 orang itu yang hadir paling 30 orang dengan keberadaan petugas lapas 30 sekali piket, maka tidak terjangkau untuk mengamankan seluruh 4.000 ini," sambungnya.

Atas dasar itu, kata Reynhard, kapasitas lapas memang harus segera dikendalikan oleh berbagai pihak. 

"Pelaku tindak pidana narkotika bukan kalau dia sudah masuk sudah inkrah, maka dia langsung berhenti taubat. Tapi 3.500 ini dengan berbagai macam cara beberapa orang, beberapa puluh orang akan berusaha tetap melakukan perbuatan pelanggaran narkotika. Baik dia sendiri melakukannya menghisap dan sebagainya atau juga ikut dalam pengendalian narkotika," tukasnya.

Sebagai informasi, kapasitas maksimal lapas di Indonesia hanya sebanyak 132.000.

Namun jumlahnya kini telah jebol mencapai 298.394 yang mendekam di dalam lapas.

Dari jumlah tersebut, 50,9 persen di antaranya merupakan terpidana kasus narkotika dengan berbagai vonis yang beragam.

Paling banyak, narapidana dengan hukuman 5 sampai 9 tahun penjara.

Adapun trend penambahan narapidana juga setiap tahun semakin tidak terkendali. Tercatat pada 2016 jumlah penghuni lapas sebanyak 204 ribu, 2017 232 ribu, 2018 255 ribu, 2019 265 ribu dan 2021 telah mencapai 298 ribu orang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas