68 Orang di Indonesia Meninggal Tiap Satu Jam karena Covid-19
Meski keterisian tempat tidur (BOR) isolasi dan ICU di sejumlah RS sudah menurun jauh, namun tren kasus kematian masih tinggi.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia naik berkali-kali lipat sejak awal pandemi. Bahkan pada Rabu (4/8/2021) lalu, kasus kematian akibat virus corona di Indonesia sudah menembus angka 100 ribu jiwa.
Total, hingga kemarin jumlah kasus kematian akibat Covid-19 di Tanah Air mencapai 102.375 jiwa.
Jumlah angka kematian itu belakangan berakselerasi semakin cepat.
Gambaran cepatnya laju angka kematian akibat virus corona di Indonesia itu dapat dilihat dengan cara melakukan periodesasi angka kematian. Titik pijaknya adalah ketika kasus kematian sudah menyentuh angka 25 ribu.
Pada periode awal corona terdeteksi di Indonesia, butuh waktu 320 hari untuk kematian corona tembus 25 ribu kasus.
Periodenya dihitung sejak 2 Maret 2020 hingga 14 Januari 2021.
Sedangkan di periode selanjutnya, 25 ribu kasus kematian corona Indonesia hanya dicapai dalam 134 hari.
Artinya, percepatan laju kematian corona Indonesia meningkat 2 kali lipat dari periode sebelumnya.
Kasus kematian lagi-lagi meningkat di periode selanjutnya.
Baca juga: 3.448 Pasien Covid-19 Dievakuasi ke Wisma Atlet Menggunakan Bus Sekolah
Hanya butuh 53 hari untuk mencapai 25 ribu kasus kematian. Periodenya adalah 29 Mei 2021 hingga 20 Juli 2021.
Kala itu, varian Delta sudah mulai terdeteksi di Indonesia.
Dan kini hanya butuh 15 hari agar kasus kematian corona di Indonesia genap 100 ribu. Tepatnya dihitung sejak 21 Juli-4 Agustus 2021.
Sebuah waktu yang sangat singkat di mana kasus kematian corona di Indonesia mencapai 25 ribu kasus lagi.
Apabila dirata-ratakan, dulu 3 orang di Indonesia meninggal karena corona setiap satu jam.
Kemudian berubah menjadi 8 orang meninggal tiap jam, lalu naik lagi menjadi 21 orang tiap jam.
Dan kini 68 orang di Indonesia meninggal karena virus tersebut tiap satu jam sekali.
Juru bicara Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi mengaku bahwa meski keterisian tempat tidur (BOR) isolasi dan ICU di sejumlah RS sudah menurun jauh, namun tren kasus kematian masih tinggi.
Baca juga: Syarat Pasien Covid-19 yang Bisa Dirawat di Rumah Oksigen Pulo Gadung
Karena itu menurutnya penerapan PPKM harus terus konsisten khususnya dalam hal testing dan tracing.
"Positivity rate kita juga turun dari yang mendekati 40 persen sekarang 20 persen-an. Memang perlu upaya untuk di bawah 5 persen, tapi kita lihat saat ini di Wisma Atlet, RS, relatif tidak banyak pasiennya seperti sebelumnya," kata Nadia di YouTube Lawan COVID-19, Kamis (5/8/2021).
"Testing pun meningkat yang tadinya hanya 2/1000 sekarang 4/1000. Tapi walau kita lihat tren yang baik dari PPKM Darurat dan Level, kita tetep harus konsisten terutama testing. Karena kita lihat kasus kematian masih cukup tinggi," imbuh dia.
Nadia mengungkapkan, menurut data terbaru sebagian besar kasus kematian akibat COVID-19 datang ke RS atau puskesmas dalam kondisi berat atau kritis.
Itu sebabnya Nadia mengatakan deteksi dini melalui testing sangat penting. Supaya lebih banyak kasus bisa cepat tertangani dan tak sampai wafat di tengah gelombang varian Delta ini.
"Kita tahu varian Delta selain cepat menular dalam waktu singkat bisa menularkan orang banyak, terakhir memiliki risiko meningkatkan keparahan penyakit," terang Nadia.
"Untuk itu, kita dorong masyarakat untuk testing. Jangan takut ditesting, karena dengan testing kita bisa mengendalikan laju penularan dan PPKM ada relaksasi," tambah dia.
Dalam kesempatan berbeda Nadia mengimbau warga untuk segera lapor saat dinyatakan positif setelah melakukan testing. Sehingga warga bisa diisolasi atau dirawat dengan penanganan yang tepat.
"Kita perkuat testing supaya lebih dini menemukan kasus yang positif. Kedua, penentuan isolasi harus oleh nakes, tidak bisa diputuskan oleh warga yang positif, ya, apakah bisa isolasi mandiri atau harus isolasi terpusat," katanya.
"Sementara itu kita akan melakukan] penguatan pemantauan isolasi mandiri, rencana penyediaan oksimeter di puskesmas, edukasi masyarakat untuk mengenali kondisi sesak saat melakukan isolasi, dan menambah isolasi terpusat baik di kab/kota ataupun bisa di level desa," ujar Nadia.(tribun network/fik/rin/dod)